Imam Syafl’i berkata: Waktu shalat Ashar pada musim panas yaitu apabila bayang-bayang sesuatu melewatinya, saat itu adalah berakhimya waktu Zhuhur.
Apabila bayangan sesuatu tidak nampak, maka diukur kekurangan bayangan itu. Apabila bayangan itu bertambah setelah terjadi kekurangan, maka itu adalah tanda tergelincimya matahari (tawal), dan pada musim panas diukur apabila bayangan sesuatu berdiri tegak lurus. Apabila telah melewati batas kelurusannya, maka hal itu berarti telah masuk awal waktu ashar.
Shalat Ashar hendaknya dikerjakan pada awal waktu, dan saya tidak menyukai apabila ia ditangguhkan.
Apabila terdapat kabut tebal atau seseorang tertahan dalam tempat yang gelap, atau ia buta pada suatu tempat dimana tidak ada seorang pun bersamanya, maka orang itu hendaknya melakukan seperti apa yang telah saya gambarkan pada shalat Zhuhur, tidak ada bedanya sedikitpun.
Barangsiapa menangguhkan shalat Ashar sehingga bayangan sesuatu melewatinya hingga dua kali lipat seperti pada musim panas, maka telah luput baginya waktu pilihan, dan orang itu tidak dikatakan telah luput waktu Ashar secara mutlak.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasul shallallaku ‘alaihi wasallam bersabda.
“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat sebelum terbit matahari, maka ia telah mendapati Subuh. Barangsiapa mendapati satu rakaat shalat Ashar sebelum terbenam matahari, maka ia telah mendapati Ashar. ”
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa tidak mendapatkan satu rakaat dari shalat Ashar sebelum terbenam matahari, maka ia telah luput dari shalat Ashar, dan rakaat itu ialah satu rakaat dengan dua sujud.
Dari Naufal bin Muawiyah Ad-Daili, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
“Barangsiapa luput dari shalat Ashar, maka seolah-olah ia membinasakan keluarga dan hartanya