Sujud Tilawah dan Sujud Syukur

Masalah sujud Tilawah telah disebutkan berkaitan dengan perbedaan antara Ali dan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma yang berkaitan dengan perbedaan hadits, serta perbedaan antara Malik dan Syafi’i sebanyak dua kali.

Pertama, Imam Syafi’i berkata: Telah diriwayatkan dari Ali RA, ia berkata: Ayat-ayat sujud tilawah terdapat pada surat Aliflam mim tanzil, surah An-Najm, dan Iqra bismirabbikal-ladzi khalaq (AL ‘Alaq).

Imam Syafl’i berkata: Diriwayatkan pula dari Ali radhiyalla.hu ‘anhu, bahwa ia sujud pada surah Al Hajj sebanyak dua kali.

Berdasarkan hal ini kami katakan, sesungguhnya hal ini adalah pandangan mayoritas ulama sebelum kami.

Telah diriwayatkan pula dari Umar, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyalla.hu ‘anhum bahwa mereka mengingkari sujud yang kedua pada surah Al Hajj, dan hadits yang diriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‘anhu tersebut telah menyelisihinya.

Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu tatkala dilempar orang dari Al Majda, ia menjatuhkan diri dengan bersujud (sujud Syukur).

Kami mengatakan bahwa tidak mengapa melakukan sujud syukur, bahkan kami memandangnya sebagai sesuatu yang disukai.

Telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau melakukan sujud syukur, begitu juga Abu Bakar dan Umar.

Mereka itu mengingkari dan memandang makruh sujud syukur itu, namun kami mengatakan tidak mengapa melakukan sujud syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta ’ala.

Kedua, perselisihan tentang hadits.

Imam Syafl’i berkata: Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW membaca surah An-Najm kemudian bersujud, dan orang-orang pun bersujud bersama beliau kecuali dua orang. Abu Hurairah mengatakan bahwa keduanya bermaksud mencari popularitas.

Imam Syafl’i berkata: Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa ia membaca surah An-Najm di sisi Rasulullah SAW, namun beliau tidak melakukan sujud.

Imam Syafi’i berkata: Pada surah An-Najm terdapat satu tempat untuk sujud tilawah. Saya tidak menyukai seseorang meninggalkan sujud tilawah. Apabila seseorang meninggalkannya, maka saya memandangnya makruh. Namun ia tidak harus menggantinya, karena sujud Tiwalah bukanlah sujud yang fardhu.

Apabila seseorang berkata, “Adakah dalilnya bahwasanya sujud Tilawah itu tidak fardhu?” Dikatakan kepadanya bahwa sujud itu adalah shalat, Allah Subhanahu wa Ta ’ala berfirman, “Sesungguhnya shalat itu adalah suatu kewajiban yang telah ditentukan waktunya bagi orang-orangyang beriman. ”(Qs. An-Nisaa'(4): 103)

Ketiga, perselisihan antara Malik dan Syafi’i radhiyallahu ‘anhuma.

Saya bertanya kepada Syafi’i tentang sujud pada ayat “idza samaaaun syaqqat (Apabila langit terbelah).” (Qs. AL Insyiqaq(84): 1)

Imam Syafi’i berkata: Padanya terdapat sujud. Lalu saya bertanya, “Apakah alasan Anda mengatakan hal yang demikian?”

Syafi’i menjawab, “Malik telah mengkhabarkan kepada kami bahwasanya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu membacakan untuk mereka ‘idza samaa’un syaqqat, lalu ia bersujud. Tatkala ia hendak pergi, ia menerangkan kepada mereka bahwasanya Rasulullah SAW sujud pada saat membacanya.”

Malik telah mengkhabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Al A’raj, bahwa Umar bin Khaththab membaca “ Wan-najmi idza hawa ” lalu bersujud, kemudian berdiri dan membaca surah yang lain.

Rabi’ telah mengkhabarkan kepada kami, ia berkata, “Saya bertanya kepada Syafi’i tentang sujud pada surah Al Hajj, ia menjawab, ‘Padanya terdapat dua sujud’. Lalu saya bertanya kepadanya, ‘Apakah hujjah Anda mengatakan demikian?’ Syafi’i menjawab, ‘Malik telah mengkhabarkan kepada kami dari nafi’ dari Ibnu Umar, bahwasanya ia sujud pada surah Al hajj sebanyak dua kali’.”

Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari Abdullah bin Tsa’labah bin Shafiyah bahwasanya Umar bin Khaththab shalat mengimami mereka di Jabiyah, beliau membaca surah AL Hajj dan sujud padanya sebanyak dua kali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *