Posisi Berdirinya Imam

Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah, dari Anas, ia berkata:

“Saya dan seorang anak yatim sedang mengerjakan shalat di belakang Rasul SAW di rumah kami, dan Ummu Sulaim di belakang harm.”

Imam Syafi’i berkata: Dari Ibnu Abbas, bahwa iabermalam di rumah Maimunah Ummul Mukminin, dan ia adalah saudara perempuannya.

Ibnu Abbas berkata, “Saya berbaring dengan melintang pada bantal, sementara Rasul SAW dan istrinya berbaring dengan posisi memanjang. Rasulullah tidur hingga tengah maiam, sebelum atau sesudahnya sedikit Beliau bangun lalu duduk dan menyapu muka dengan tangannya, kemudian beliau membaca sepuluh ayat yang terakhir dari surah Aali ‘Imraan. Kemudian beliau mendatangi sebuah geriba (tempat air yang terbuat dari kulit) yang tergantung, lalu beliau’ berwudhu dengan membaguskan wudhu nya kemudian berdiri untuk mengerjakan shalat”

Ibnu Abbas berkata, “Lalu saya berdiri dan melakukan shalat seperti yang dilakukan oleh Rasul SAW, kemudian saya berdiri di sampingnya. Kemudian Rasul SAW meletakkan tangan kanannya di atas kepalaku, lalu memegang telinga kananku dan mencubitnya. Kemudian belian mengerjakan shalat dua rakaat, dua rakaat, dua rakaat, dua rakaat, kemudian mengerjakan shalat witir. Setelah itu beliau berbaring hingga datanglah muadzin, beliau bangun dan mengerjakan dua rakaat yang ringan, kemudian beliau keluar untuk mengerjakan shalat Subuh.”

Imam Syafi’i berkata: Apa yang saya ceritakan dari hadits ini menunjukkan bahwa boleh bermakmum kepada imam pada shalat sunah, baik siang maupun maiam. Imam di sini sama seperti imam pada shalat fardhu, tidak ada perbedaan. Ini juga menunjukkan bahwa tempat berdiri imam adalah di depan para makmum.

Apabila seorang laki-laki mengimami dua orang laki-laki, maka ia berdiri di depan keduanya, sedangkan keduanya berdiri dalam satu shaf di belakang imam.

Apabila di belakang imam terdiri dari kaum laki-laki, wanita dan banci, maka kaum laki-laki berdiri di belakang imam, sementara orang band berdiri di belakang kaum laki-laki, dan kaum wanita di belakang orang banci itu.

Apabila seorang laki-laki mengimami seorang laki-laki, maka imam itu hendaknya memerintahkan makmum berdiri pada sisi kanannya.

Apabila seorang laki-laki mengimami seorang banci atau seorang wanita, maka masing-masing dari keduanya berdiri di belakang imam dan tidak sejajar dengan imam.

Apabila seorang laki-laki mengimami seorang laki-laki, lalu makmum itu berdiri di sebelah kiri imam atau di belakangnya, maka saya memandangnya makruh. Namun apabila ia melakukannya, maka ia tidak harus mengulangi dan shalatnya telah memadai.

Apabila sebagian makmum berdiri di depan imam, maka shalat imam serta makmum yang berdiri di belakang dan di sampingnya dianggap memadai. Adapun yang berdiri di depan imam shalat dianggap tidak memadai,. karena sunah hukumnya makmum berdiri di belakang imam atau sejajar dengannya dan bukan di depannya, sama saja baik jaraknya dengan imam jauh atau dekat.

Apabila imam itu mengimami di Makkah, dan makmum mengerjakan shalat dengan shaf yang bundar menghadap kiblat (Ka’bah), maka menurutku -wallahu a’lam- mereka harus melakukan sebagaimana mereka melakukannya pada imam, dan mereka berijitihad (berinisiatif) sehingga mereka agak ke belakang dari setiap arah Baitullah (Ka’bah), sehingga imam lebih dekat ke Ka’bah daripada mereka.

Apabila seorang laki-laki mengimami kaum laki-laki dan kaum wanita, lalu kaum wanita berdiri di belakang imam dan kaum laki-laki di belakang wanita, atau kaum wanita berdiri sejajar dengan imam, dan kaum laki-laki berada di samping kaum wanita, maka saya memandang hal itu makruh alas mereka, namun shalat mereka tidak batal. Saya mengatakan hal ini karena Ibnu Uyainah telah menkhabarkan kepada kami dari Zuhrah, dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata, “Adalah Rasul SAW mengerjakan shalatnya di malam hari, dan saya tidur melintang antara beliau dan kiblat, seperti melintangnya jenazah. ”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *