Permulaan (Niat) Puasa dan Perbedaan Pendapat

Imam Syafi’i berkata: Sebagian sahabat kami mengatakan bahwa tidak boleh berpuasa Ramadhan kecuali dengan niat, sebagaimana tidak boleh shalat kecuali dengan niat pula. Mereka berhujjah dengan perkataan Ibnu Umar, “Tidak sah puasa kecuali bagi orang yang berniat puasa sebelum fajar (subuh). ”

Imam Syafi’i berkata: Akan tetapi wallahu a ’lam hal itu hanya berlaku pada puasa Ramadhan dan puasa nadzar, serta puasa wajib lainnya Adapun untuk puasa sunah, maka seseorang boleh berniat puasa sebelum zhuhur selagi ia belum makan dan minum. Akan tetapi sebagian orang berbeda pendapat dengan pendapat ini, mereka mengatakan bahwa justem maksud perkataan Ibnu Umar di atas adalah puasa sunah. Jadi, untuk puasa sunah harus diniatkan sebelum fajar dan untuk puasa Ramadhan boleh diniatkan setelah fajar. Akan tetapi beberapa atsar yang ada ternyata bertentangan dengan pendapat ini.

Imam Syafi’i berkata: Kepada orang yang berpendapat seperti di atas kita katakan, “Mengapa Anda berpendapat bahwa puasa Ramadhan boleh dilakukan tanpa niat, sedangkan puasa nadzar dan puasa kafarat (yang hukumnya juga wajib) harus dengan niat? Sementara Anda juga berpendapat bahwa shalat wajib dan shalat nadzar serta tayamum harus dilakukan dengan niat?” Mereka menjawab, “Karena puasa nadzar dan puasaka farat itu tidak mempunyai waktu khusus, yaitu boleh dikerjakan kapan saja sebagaimana shalat dan tayamum.” Kita katakan kepada mereka, “Bagaimana pendapat Anda tentang orang yang bernadzar untuk berpuasa satu bulan pada tahun ini (pada tahun tertentu), tapi kemudian ia menunda-nunda puasa nadzarnya tersebut dan tidak segera menunaikannya, sampai akhimya tahun tersebut tinggal satu bulan lagi. Kemudian ia berpuasa selama satu bulan di tahun itu, tapi ia tidak berniat untuk puasa nadzar (dia lupa bahwa ia pernah bernadzar untuk puasa selama satu bulan di tahun tersebut—penerj.) Apakah puasanya selama satu bulan tersebut bisa dianggap sebagai puasa nadzar?” Mereka menjawab, “Tidak boleh, karena ia berpuasa bukan dengan niat untuk puasa nadzar.” Kita katakan kepada mereka, “Tahun yang ia janjikan telah berlalu, dan hanya tinggal satu bulan lagi tahun tersebut akan habis. Maka jika ia tidak berpuasa di bulan itu, ia telah keluar dari waktu yang dijanjikan. Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang meninggalkan shalat Zhuhur kemudian waktu zhuhur hampir habis, Ialu ia shalat empat rakaat seperti shalat Zhuhur, tapi ia tidak berniat untuk shalat Zhuhur. Apakah shalat tersebut dianggap sebagai shalat Zhuhur?” Mereka menjawab, “Tidak, karena ia tidak berniat untuk shalat Zhuhur.”

Imam Syafi’i berkata: Aku tidak mengetahui adanya perbedaan antara niat puasa Ramadhan dengan niat shalat Zhuhur di atas. Mereka membolehkan puasa Ramadhan tanpa niat dengan alasan bahwa puasa Ramadhan tersebut mempunyai waktu khusus. Padahal kita dapati bahwa hampir seluruh ibadah wajib mempunyai waktu khusus yang terbatas, dimana ibadah tersebut tidak boleh atau tidak sah dilakukan apabila waktunya telah lewat. Demikian juga shalat nadzar, dan begitu juga yang kita jumpai dalam dua waktu yang terbatas yang keduanya dikerjakan seperti mengerjakan amalan wajib dan mengerjakan amalan nadzar. Dalam dua waktu ini tidak ada yang lebih utama antara yang wajib dengan yang nadzar, karena baik yang wajib atau yang nadzar sama-sama membutuhkan waktu tersebut. Dalam contoh di atas, yaitu shalat Zhuhur dan shalat nadzar yang dilakukan di akhir waktu zhuhur, shalat tersebut tidak dianggap sebagai shalat Zhuhur apabila niatnya adalah shalat nadzar, begitu juga sebaliknya

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *