Imam Syafi’i berkata: Miqat bagi penduduk Madinah adalah Dzulhulaifah. Yang lebih jauh dan Madinah, misalnya penduduk Syam dan Maroko serta Mesir dan negeri-negeri sekitarnya, miqat-nya adalah di Juffah. Bagi penduduk Tihamah Al Yaman, miqat-nya adalah Yalamlam. Penduduk Najd, Yaman dan seluruh penduduk Najd, maka miqat-nya adalah Qam (Qamul Manazikh). Bagi penduduk di bagian timur seperti Irak, menurut saya lebih baik apabila mereka mulai berihram dari Aqiq. Miqat-miqat tersebut adalah untuk penduduk negeri yang bersangkutan dan untuk semua orang yang akan melaksanakan haji atau umrah yang melewati miqat tersebut. Seandainya orang-orang Masyrik (Irak) atau Maroko, Syam atau Mesir dan lain-lain masuk Makkah melewati Dzulhulaifah, maka miqat-nya adalah Dzulhulaifah.
Begitujuga penduduk Madinah apabila masuk ke Makkah tapi tidak melewati Dzulhulaifah melainkan melewati miqat negeri lain, maka ia harus berihram dari miqat yang dilaluinya. Dalam masalah miqat ini adalah sama, apakah seseorang akan melaksanakan haji atau umrah atau dua-duanya. Barangsiapa memasuki Makkah tapi tidak melewati miqat-miqat yang telah ditentukan, baik melalui jalan darat atau laut, maka hendaklah ia berihram dari tempat yang kira-kira sejajar dengan miqat-miqat yang telah ditentukan.
Seseorang boleh berihram sebelum sampai ke miqat, yang tidak boleh adalah apabila ia melewati miqat dalam keadaan belum berihram. Apabila seseorang telah melewati miqattapi belum berihram, maka ia harus kembali lagi ke tempat miqat untuk memulai ihram dari tempatnya. Apabila ia tidak bisa kembali lagi, maka ia harus membayar dam. Apabila miqat tersebut berupa perkampungan (rumah-rumah penduduk), lembah atau tanah datar (bukan berupa garis batas), maka hendaklah seseorang berihram dari batas kampung tersebut, dari batas lembah tersebut, dari batas tanah datar yang jaraknya paling jauh dengan negerinya, atau yang jaraknya terdekat dengan Tanah Haram.