Pemerintah melegalkan masyarakat untuk memproduksi minuman keras (miras), namun dengan berbagai syarat tertentu.
Aturan produksi miras tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Perpes yang diteken Presiden Joko Widodo ( Jokowi) pada 2 Februari 2021 ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Syarat untuk usaha minuman beralkohol yakni dilakukan untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Indonesia adalah Negara Berketuhanan, bukan Negara Berkebudayaan. Asasnya diambil dari nilai-nilai Ketuhanan. Islam jelas melarang. Apapun alasannya. Baik sedikit maupun banyak. Baik yang menjual atau membeli, ataupun yang mengizinkan. Bisa dilihat surat Al Baqarah: 219, An Nisa’: 43, Al Maidah: 90. Bagaimana dengan agama selain Islam?
Dalam Yesaya 5:22, Amsal 20:1, Imamat 9: 8-9, tegas tidak diperbolehkan bagi kaum Kristen. Dalam agama Budha, ada 5 disiplin moral yang salah satunya berbunyi: “Surameraya Majjapamadatthana Veramar Sikkapadam Samadiyami.” Yang berarti, Aku Bertekad melatih diri menghindari minuman keras dan obat terlarang yang memabukkan dan melemahkan.
Dalam kitab Manu Smriti Bab 11 ayat 151, Bab 7 ayat 54-50 ditegaskan bahwa orang Hindu harus meninggalkan minuman keras. Dalam cara pandang hidup yang disebut Pancha Seela, mereka wajib meninggalkan 5 perkara, salah satunya adalah minuman keras.
Agama Kong Hu Cu menganggap pengguna miras sebagai orang yang tidak berbakti pada agama. Dasarnya dalam kitab Mengzi IV B Li Lo 30.0.
Bukan hanya agama, fakta kemanusiaan pun menjadi bukti kerusakan yang ditimbulkan oleh minuman keras. Tahun 2010, Amerika merugi 249 Milyar Dollar, atau setara 3.535 Triliun, atau 2 kali APBN Indonesia. Uruguay juga merugi 256,9 juta Dollar. Australia juga demikian, merugi 14,35 Milyar Dollar Australia. Eropa merugi 1,54 Milyar Euro. Kerugian meliputi biaya kecelakaan, perawatan, dan peradilan yang timbul akibat minuman keras. Belum kerugian lainnya. Menurut kedokteran, minum minuman keras dapat merusak hati, memicu serangan jantung, merusak pembuluh darah, meningkatkan resiko kanker, gangguang syaraf otak, terkena pankreatitis dan gangguan pencernaan, bahkan dapat memunculkan depresi dan kecanduan.
Jika melihat fakta yang ada, legalisasi minuman keras, meskipun di daerah yang terbatas, melanggar Sila Pertama dan Kedua Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Harapannya, DPR yang memiliki hak Interpelasi, dapat menggunakannya. Jika mereka diam, berarti setuju.
Oleh: Ahmad Ghozali Fadli
Khodimul Ma’had Bumi Al Qur’an, Wonosalam, Jombang