Menggantikan Imam Pada Shalat Khauf

Imam Syafi’i berkata: Allah Tabaraka wa Ta ’ala mengizinkan shalat Khauf pada dua keadaan:
Pertama, ketakutan yang ringan. Allah Subhanahu wa Ta ’ala berfirman, “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka. ” (Qs. An-Nisaa'(4): 102)
Kedua, ketakutan yang lebih berat dari yang pertama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. ” (Qs. Al Baqarah(2): 239) Tatkala Allah Subhaanahu wa Ta ’ala memisahkan antara keduanya dan Sunnah telah menunjukkan atas perbedaan itu, maka tidak boleh bagi kita selain memisahkan keduanya, wallahu a ’lam, karena Allah Subhanahu wa Ta ’ala telah memisahkan antara keduanya disebabkan oleh perbedaan keadaan.

Imam Syafi’i berkata: Apabila imam melaksanakan shalat Khauf pada kondisi yang pertama (sebagaimana tersebut di atas), maka ia boleh mengerjakan shalat bersama mereka, mereka tidak boleh melakukan amalan yang lain kecuali shalat Khauf sebagaimana shalat biasa. Apabila mereka melakukan amalan yang dapat merusak shalat selain shalat Khauf, maka shalat yang mereka lakukan dianggap batal.

Imam Syafi’i berkata: Apabila imam telah mengerjakan shalat satu rakaat dengan satu kelompok, dimana posisi imam tetap berdiri dan mereka berdiri untuk menyempurnakan shalatnya sendiri, lalu tiba-tiba musuh datang atau terjadi peperangan, lantas mereka menyerbu musuh sehingga badan mereka berpaling dari kiblat kemudian setelah itu mereka merasa aman dari musuh, maka sesungguhnya mereka dianggap telah memutuskan shalat dan meraka harus memulainya kembali.
Demikian juga apabila mereka takut sehingga berpaling dari kiblat, bukan karena perang dan tidak keluar dari shalat, sedangkan mereka ingat bahwa mereka berada dalam shalat yang membelakangi kiblat, maka mereka harus mengulangi shalat.

ImamSyafi’i berkata: Apabila mereka menyerang musuh dengan menghadap ke kiblat sekadar satu langkah atau lebih, maka niat perang dan perbuatan melangkah tersebut telah memutuskan shalat.

Imam Syafi’i berkata: Apabila musuh datang lalu salah seorang dari mereka mengatakan kedatangan musuh, namun ia teringat bahwa ia berada dalam shalat, maka ia telah memutuskan shalatnya. Namun apabila ia lupa bahwa ia sedang shalat, maka ia boleh meneruskan shalat lalu melakukan sujud Sahwi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *