Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari Salim bin Abdullah, dari bapaknya, ia mengatakan. “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hendak memulai shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sehingga sejajar dengan kedua bahunya. Ketika hendak ruku dan setelah mengangkat kepalanya dari ruku, beliau tidak mengangkat kedua tangannya di antara dua sujud.”
Imam Syafi’i berkata: Oleh karena itu, kami mengatakan bahwa kami menyuruh setiap orang vang hendak mengerjakan shalat; baik imam maupun makmum, sendiri atau berjamaah, laki-laki atau perempuan, hendaklah ia mengangkat kedua tangannya apabila memulai shalat, ketika bertakbir untuk ruku dan ketika mengangkat kepalanya dari ruku, yaitu dengan mengangkat tangan di setiap gerakan yang tiga tadi di hadapan pundaknya dan memastikan kedua tangannya tetap terangkat sampai selesai dari ucapan takbir. Dia mengangkat kedua tangan bersamaan dengan dimulainya takbir, dan mengembalikan kedua tangan itu pada posisinya semula bersamaan dengan berakhirnya ucapan takbir. Kami tidak memerintahkan mengangkat kedua tangannya pada gerakan shalat yang lain selain pada tiga tempat yang tersebut di atas.
Imam Syafl’i berkata: Apabila ia lalai kemudian shalat tanpa mengangkat kedua tangan, sebagaimana yang diperintahkan hingga takbir selesai, maka ia tidak dianggap mengangkat kedua tangannya setelah takbir atau setelah selesai dari mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” dan tidak juga pada tempat yang lainnya, karena ia adalah gerakan shalat yang terikat dengan waktu. Apabila hal itu telah berlalu, maka tidak dapat digantikan dengan yang lainnya.
Imam Syafi’i berkata: Seseorang juga mengangkat kedua tangannya dalam setiap takbir pada shalat jenazah berdasarkan hadits dan qiyas yang dilakukan dalam keadaan berdiri. Demikian juga pada setiap takbir dalam shalat dua hari raya dan shalat Istisqa, karena semuanya adalah takbir yang dikerjakan dalam keadaan berdiri. Begitu juga pada saat takbir untuk sujud tilawah dan sujud syukur, karena keduanya termasuk takbir iftitah (pembuka).
Apabila ia meninggalkan mengangkat kedua tangan pada tempat-tempat yang saya perintahkan, atau mengangkat kedua tangan pada tempat-tempat yang saya tidak perintahkan, untuk mengangkatnya: baik shalat fardhu maupun sunah, sujud, shalat Id atau shalat jenazah, maka saya menganggapnya sebagai perkara yang makruh. Namun ia tidak harus mengulangi shalatnya dan tidak pula melakukan sujud sahwi; baik ia mengerjakan dalam keadaan sengaja, lupa, atau tidak diketahuinya, karena ia gerakan yang terkait dengan waktu.