Memerdekakan Budak dan Berwasiat dalam Keadaan Sakit

Imam Syafi’i berkata: Pemerdekaan yang pasti (tanpa syarat) dalam keadaan sakit itu dibenarkan, yaitu apabila orang yang memerdekakan itu meninggalkan sepertiga hartanya. Begitu juga dengan hibah dan sedekah ketika dalam keadaan sakit, karena segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pemilik harta dari kepemilikannya itu tanpa imbalan untuk harta yang diambilnya. Jika orang yang sakit memerdekakan dengan tanpa imbalan dan dengan mudabbar (dikaitkan dengan sesudah meninggal dunia) atau wasiat, maka dapat dimulai dengan memerdekakan yang tanpa imbalan itu sebelum yang mudabbar atau wasiat, dan juga sebelum seluruh wasiat yang lainnya. Jika masih ada sisa dari sepertiga harta wasiat, maka dapat digunakan untuk memerdekakan budak yang mudabbar dan wasiat, setelah itu baru diselesaikanlah wasiat-wasiat yang lain. Jika tidak ada sisa dari sepertiga bagian itu, maka tidak ada wasiat setelah itu, seperti orang yang meninggal dunia tanpa meninggalkan harta.

Imam Syafi’i berkata: Begitu juga jika ia berkata kepada tiga orang budaknya “Kalian semua merdeka”, kemudian ia berkata “Budakku yang masih ada merdeka semuanya”, maka pemerdekaan itu dapat dimulai dari yang tiga orang itu. Jika semuanya dapat keluar dengan sepertiga harta itu, maka semuanya sama-sama merdeka. Jika sepertiga harta itu tidak cukup untuk merekabertiga, maka diadakan undian di antara tiga orang hidup itu. Apabila ketiga budak itu merdeka bersama-sama dan masih ada sisa dari sepertiga harta itu, maka diadakanlah undian di antara sisa budaknya yang ada. Ini dilakukan jika mereka tidak dapat dimerdekakan semuanya dengan sisa sepertiga harta tadi.

Imam Syafi’i berkata: Jika seseorang berwasiat untuk memerdekakan budak perempuan setelah kematiannya, lalu ia meninggal dunia karena sakit atau dalam perjalanan dan budak perempuan itu melahirkan sebelum yang berwasiat meninggal dunia, maka anak budak perempuan tadi tetap menjadi budak karena dilahirkan sebelum ibunya merdeka, sama seperti apabila ia (orang yang mewasiatkan) berkehendak menetapkan budak perempuan itu dan menjualnya.

Imam Syafi’i berkata: Memerdekakan budak dengan cara wasiat tidak boleh dilakukan kecuali dengan salah satu dari dua pendapat ini. Di antaranya adalah adanya wasiat khusus dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang menerima wasiat untuk memerdekakan. Ia mendapatkan dari pemerdekaan itu apa yang didapatkannya dari orang-orang yang menerima wasiat. Maka, setiap pemerdekakan adalah wasiat setelah mati, sama saja apakah ditentukan waktunya atau tidak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *