Imam Syafi’i berkata: Hal pertama yang dilakukan oleh walinya ialah, bahwa mayat itu diurus oleh orang yang paling lembut di antara mereka, memejamkan kedua matanya dengan perlahan-lahan, dan mengikat bawah tulang rahangnya dengan ikatan yang melintang dari atas kepalanya, untuk menjaga agar tulang rahangnya tidak turun ke bawah dan mulutnya tidak terbuka.
Kemudian mengambil kedua tangannya sehingga bertemu dengan kedua lengannya, lalu kedua tangannya dihamparkan dan dikembalikan lagi. Lalu dihamparkan lagi berapakali supaya tetap lemas; sehingga apabila ruhnya keluar dan sampai waktu penguburan, maka kedua tangannya tetap lemas; dan apabila kedua tangannya dibuka, keduanya tetap lemas.
Jari-jemari tangannya juga ikut dilemaskan, dan di atas perutnya diletakkan sesuatu dari tanah Iiat, batu bata, besi, pedang, atau selainnya, karena sebagian orang yang telah berpengalaman mengatakan bahwa yang demikian dapat mencegah perutnya menjadi kembung; yaitu dengan cara membuka kain-kainnya lalu ditutupkan di atas badan mayit. Kain itu diletakkan dari ujung kaki, agar kepala dan kedua lambungnya tidak tersingkap.
Langkah selanjutnya adalah membersihkan kotoran dari kuku tangan dan kaki, kemudian dimandikan dalam keadaan tertutup. Apabila dimandikan dengan mengenakan baju kemeja, maka saya lebih menyukai hal itu, namun baju kemeja itu hendaknya tipis dan halus. Apabila pakaian itu sempit, maka antara pusar dan lutut hendaknya ditutupi, karena itu adalah letak aurat laki-laki.
Berapa kali Memandikan Mayat
Imam Syafi’i berkata: Sekurang-kurangnya yang mencukupi dalam memandikan mayat adalah sampai bersih, sebagaimana halnya dalam mandi janabah.
Saya menyukai apabila mayit dimandikan sekurang-kurangnya tiga kali. Namun apabila tingkat kebersihan yang dikehendaki oleh orang yang memandikan mayit belum tercapai, maka boleh dimandikan sampai lima kali; dan apabila belum bersih juga, maka boleh dimandikan sampai tujuh kali.
Adalah sunah memandikan mayit dengan air yang dicampur dengan kapur barus. Apabila hal itu tidak dilaksanakan, maka saya memandangnya makruh.
Apa yang Dimulai Ketika Memandikan Mayat
Imam Syafi’i berkata: Posisi mayit diletakkan di atas punggungnya (berbaring terlentang). Kemudian orang yang memandikan memulai dengan mewudhukan mayat seperti wudhu untuk shalat, lalu didudukkan dengan perlahan-lahan. Tangannya mengurut di atas perut mayit dengan perlahan-lahan dengan posisi menekannya agak keras, sehingga dapat mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam perutnya. Apabila sesuatu yang ada dalam perutnya telah keluar, maka ia dapat membuangnya dan melepaskan kain dari tangannya.
Lalu ia mewudhukannya kembali, kemudian membasuh rambut kepala dan janggutnya dengan daun pohon bidara sampai bersih, lalu menyisirkan rambut kepala dan janggutnya dengan perlahan-lahan. Setelah itu ia membasuh bagian leher kanan, menuangkan air sampai kepada telapak kaki kanannya, juga membasuh bagian dada, lambung, paha dan betis kanan seluruhnya. Air itu dialirkan sehingga sampai di antara dua pahanya, lalu tangannya urutkan di antara dua pahanya.
Ia kemudian mengambil air dan membasuhkannya pada bagian punggung kanan mayit, lalu berpindah pada bagian kiri kemudian melakukan hal yang sama. Ia kemudian membasuh lambung kiri, punggung kanan, paha, betis sampai kepada telapak kakinya dengan perlahan-lahan, apabila ia melihat hal itu memungkinkan. Kemudian ia berpaling pada lambung yang kanan sehingga membasuh punggung, semua badan, dua buah punggung, dua paha, betis dan telapak kaki.
Hal ini dilakukan pada setiap kali mandi, sehingga ia dapat melaksanakan tugas memandikan dengan baik. Apabila ada kotoran yang melekat pada badan mayit, maka dibersihkan dengan cara menggosok, lalu membersihkannya dengan air yang bersih.