Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang mendapati imam sedang ruku, lalu ia ruku sebelum imam mengangkat punggungnya dari ruku, maka rakaat makmum itu terhitung sebagai satu rakaat. Namun apabila ia belum ruku sedangkan imam telah mengangkat punggungnya dari ruku, maka shalatnya tidak dihitung satu rakaat. Tidaklah dianggap mendapat satu rakaat kecuali jika ia sempat ruku saat imam masih dalam keadaan ruku.
Apabila imam itu ruku dengan tenang (thuma ’ninah) kemudian ia mengangkat kepalanya dari ruku, baik telah berdiri lurus atau belum berdiri lurus, namun ia telah meninggalkan posisi ruku, kemudian ia kembali ruku untuk membaca tasbih, lalu orang yang terlambat mendapatinya dalam keadaan seperti ini dan langsung ikut ruku, maka ia tidak dianggap mendapat satu rakaat, karena imam telah menyempurnakan ruku pada kali pertama.
Imam Syafl’i berkata: Apabila seseorang mendapati imam sedang ruku, lalu ia bertakbir dan tidak ruku sehingga imam itu mengangkat kepalanya, maka orang itu boleh ikut sujud bersama imam. Akan tetapi sujudnya itu tidak terhitung mendapat satu rakaat, karena ia tidak mendapati ruku imam.
Apabila ia ruku setelah imam mengangkat kepalanya, maka rakaat itu tidak terhitung baginya, karena ia tidak melakukannya bersama imam dan juga tidak membaca bacaan pada ruku. Maka, dalam hal ini ia telah mengerjakan sendiri tanpa mengikuti imam.
Imam Syafi’i berkata: Orang yang telah didahului oleh imam (tertinggal), niscaya ia tidak berdiri untuk melaksanakan apa yang tertinggal atasnya kecuali setelah imam selesai mengucapkan dua salam.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa masuk masjid lalu mendapati imam sedang duduk pada rakaat terakhir, maka hendaklah ia melakukan takbiratul ihram dengan berdiri, kemudian ia ikut duduk bersama imam. Apabila imam telah memberi salam, ia kembali berdiri tanpa takbir, lalu mengerjakan shalat yang tertinggal itu.
Saya lebih menyukai apabila para makmum tidak mendahului imam dalam hal ruku dan sujud, atau pada gerakan shalat yang lain. Namun apabila ia melakukannya, maka shalatnya telah memadai.
Namun apabila ia mendahului imam, dimana ia ruku atau sujud kemudian mengangkat kepala sebelum imam, maka sebagian ulama mengatakan agar ia kembali ruku atau sujud hingga imam menyelesaikan ruku dan sujudnya, sehingga ia ruku dan sujud bersama-sama dengan imam (mengikuti imam). Tidak ada yang mencukupi baginya selain itu, dan ini berlaku bila ia shalat pada posisi makmum.
Syafi’i berkata tentang istiqbalul qiblah (menghadap kiblat), “Kalau ia mengangkat kepalanya sebelum imam, maka saya lebih menyukai supaya makmum itu kembali. Apabila ia tidak melakukannya, maka saya memandangnya makruh, namun ia dianggap mendapat satu rakaat.”