Kewajiban Haji Bagi Orang yang Sudah Wajib Melaksanakannya

Imam Syafi’i berkata: Dalil pokok yang mewajibkan haji secara khusus terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. Allah menyebut tentang haji ini bukan hanya dalam satu tempat dalam Al Qur’an, misalnya Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim AS, “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. ” (Qs. Al Hajj (22): 27

Imam Syafi’i berkata: Ayat yang menerangkan tentang kewajiban haji bagi orang yang sudah sanggup melaksanakannya adalah firman Allah, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. ” (Qs. Aali ‘Imraan (3): 97)

Imam Syafi’i berkata: Kewajiban haji bersifat umum, yaitu untuk seluruh orang yang sudah baligh dan mampu untuk menempuh perjalanan. Apabila ada yang bertanya; kenapa anak kecil yang belum baligh tapi mampu mengarungi perjalanan tidak diwajibkan untuk pergi haji? Maka jawabnya adalah dalil yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah.  Allah SWT berfirman, “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ” (Qs. An-Nuur (24): 59) Ayat tersebut menjelaskan bahwa anak-anak yang harus minta izin (untuk masuk kamar orang tuanya) adalah anak-anak yang sudah baligh, jadi Allah mengkhabarkan bahwa kewajiban meminta izin itu adalah bagi anak-anak yang sudah baligh. Allah juga berfirman, “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ” (Qs. An-Nisaa’ (4): 6) Dalam ayat ini Allah menyuruh kepada orang-orang yang memelihara anak yatim berikut hartanya, agar mereka menyerahkan harta anak yatim tersebut ketika mereka sudah baligh.

Imam Syafi’i berkata: Haji itu wajib bagi setiap muslim yang sudah baligh dan berakal, demikian juga seluruh kewajiban ibadah lain dan hudud (hukuman dalam Islam) walaupun ia masih kecil dan bodoh. Jadi, seandainya ada anak yang masih kecil tapi sudah baligh dan berakal kemudian ia pergi haji, maka hajinya sah dan tidak perlu diulang ketika sudah dewasa. Yang demikian ini juga berlaku bagi perempuan. Kewajiban haji itu akan hilang apabila seseorang mengalami cacat mental (akalnya tidak waras), karena seluruh kewajiban dalam Islam hanya dibebankan kepada orang yang berakal sehat. Rasulullah SAW bersabda, “Qalam (kewajiban) itu diangkat dari tiga orang; anak kecil yang belum baligh, orang gila yang tidak sadar, dan orang yang sedang tidur sampai ia terbangun. ” Orang yang kadang-kadang waras dan kadang-kadang gila, ia masih wajib untuk melaksanakan ibadah haji.
Apabila ia melaksanakan ibadah haji dalam keadaan waras, maka hajinya sah. Tapi jika ia melaksanakan haji dalam keadaan gila, maka hajinya tidak sah. Seorang yang sudah baligh tapi bodoh, maka walinya berkewajiban membayar orang dan membiayainya guna membantu orang bodoh tersebut melaksanakan ibadah haji, karena hal itu wajib baginya. Seorang wali tidak boleh menyia-nyiakan ibadah orang yang berada di bawah perwaliannya walaupun ia bodoh sekalipun, baik laki-laki atau perempuan.

Imam Syafi’i berkata: Apabila anak laki-laki yang belum baligh dan belum mencapai umur 15 tahun melaksanakan ibadah haji, kemudian setelah baligh tidak melaksanakan ibadah haji, maka dalam hal ini ia belum dianggap menunaikan ibadah haji sebagai suatu kewajiban dalam Islam, sebab ia melaksanakannya pada waktu belum wajib melaksanakan ibadah haji. Hal ini seperti keadaan orang yang melaksanakan shalat wajib sebelum tiba waktu shalat, maka shalat tersebut tidak bisa menggugurkan kewajibannya, tapi menjadi ibadah sunah saja. Apabila seorang kafir yang telah baligh melaksanakan ibadah haji, kemudian ia masuk Islam, maka hajinya tidak bisa menggugurkan kewajiban haji dalam Islam, karena ia melaksanakan ibadah pada saat belum masuk Islam. Jadi, ia wajib mengulang hajinya bila telah masuk Islam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *