Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang melempar (memanah) hewan buruan atau menangkapnya dengan memakai perantara binatang terlatih, lalu binatang buruan tersebut menghilang dan ditemukan dalam keadaan sudah mati, maka berdasarkan khabar dari Ibnu Abbas dan berdasarkan qiyas hewan buruan tersebut tidak boleh dimakan, karena ada kemungkinan binatang tersebut mati bukan karena lemparannya atau bukan oleh binatang pemburu yang terlatih, tapi bisa saja dibunuh oleh hewan lain yang berkeliaran di muka bumi.
Dalam hal ini Ibnu Abbas pemah ditanya oleh seseorang, “Saya melempar (hewan buruan saya) lalu di antara hewan buruan tersebut ada yang mati dan saya melihatnya, tapi ada juga yang mati tapi saya tidak melihatnya.” Lalu Ibnu Abbas mejawab, “Makanlah hewan buruan yang mati dan engkau melihatnya, dan tinggalkanlah hewan buruan yang mati sedangkan engkau tidak melihatnya. Melemparnya dan engkau melihatnya”, adalah binatang buruan yang dibunuh oleh anjing terlatih dan engkau melihatnya. Yang dimaksud dengan: “Engkau melemparnya dan engkau tidak melihatnya”, adalah binatang buruan yang terlepas dan hilang, dan engkau tidak tahu di mana dan kenapa mati.
Imam Syafi’i berkata: Apabila anak panah yang dilepaskan seseorang mengenai binatang buruan, tapi orang tersebut tidak melihatnya, setelah itu ia mendapatkan buraannyatelahmati, maka buruan tersebut tidak boleh dimakan, baik pada binatang human tersebut terdapat bekas luka atau tidak, karena bisa jadi kematiannya oleh sebab yang tidak membekas.
Apabila seseorang mendapatkan hewan buruannya belum mati oleh senjatanya atau oleh anjing pemburunya, dan ia mempunyai kesempatan untuk menyembelihnya namun tidak segera melakukannnya hingga hewan tersebut mati, maka hukum hewan tersebut tidak halal. Penyembelihan itu ada dua macam:
Pertama, penyembelihan yang dilakukan dalam keadaan binatang tersebut dikuasai. Dalam keadaan seperti ini penyembelihan yang sah adalah dengan cara menyembelih di leher.
Kedua, penyembelihan hewan yang tidak dikuasai. Seseorang boleh menyembelihnya di bagian mana saja yang bisa dilakukan. Apabila hewan seperti ini terluka di bagian selain leher, lalu seseorang mendapatkan kesempatan untuk menyembelihnya di leher, maka dalam keadaan seperti ini ia wajib menyembelihnya di bagian leher.
Apabila seseorang menyembelih hewan yang dikuasainya tanpa menggunakan pisau, kemudian sebelum hewan tersebut mati ia mengambil pisau untuk menyembelihnya, namun ternyata hewan tersebut sudah terlanjur mati, maka hewan tersebut haram untuk dimakan. Seandainya saya katakan bahwa hewan tersebut boleh dimakan, maka apabila ia mengambil pisau dan kembali lagi selama satu hari, kemudian ia mendapati binatang tersebut telah mati, tentu binatang ini juga boleh dimakan.
Saya katakan kepada orang yang menyembelih hewan tersebut: “Jika Anda mendapatkan hewan tersebut dan Anda membawa sesuatu yang bisa dipakai untuk menyembelih, dimana sebelum itu tidak ada kesempatan bagi Anda untuk menyembelihnya yang mana hal ini terjadi bukan karena kesalahan dan kecerobohan Anda, lalu hewan tersebut mati sebelum Anda sempat menyembelih, maka Anda boleh memakannya.”
Jika Anda berkesempatan untuk menyembelihnya dan Anda telah mempersiapkan pisau, lalu binatang tersebut mati sebelum Anda meletakkan pisau tersebut di lehemya, hal ini pun terjadi bukan karena kesalahan dan kecerobohan, maka Anda boleh memakan hewan tersebut.
Jika Anda telah meletakkan pisau tersebut di lehernya tapi sebelum Anda menggerakkan pisau tersebut hewan itu sudah mati dan Anda tidak sengaja melambatkan gerakan pisau Anda, maka dalam hal ini Anda boleh memakan hewan tersebut, karena dalam keadaan seperti ini Anda telah menggunakan kesempatan untuk menyembelih dengan sebaik- baiknya.
Jika Anda menggerakkan pisau tersebut dan ternyata pisau itu tumpul namun hewan tersebut mati, maka Anda tidak boleh memakan hewan tersebut, karena besar kemungkinan binatang tersebut mati karena tercekik (bukan karena disembelih).
Binatang yang berhasil ditangkap oleh seorang pemburu (pelempar) atau oleh anjing pemburu, lalu binatang tersebut disembelih (karena masih ada kesempatan untuk menyembelih), maka sembelihan yang sah (dalam seluruh jenis penyembelihan) adalah sekurang-kurangnya memotong kerongkongan (jalan udara) dan tenggorokan (jalan makanan), tidak boleh kurang dari itu.
Adapun sempurnanya penyembelihan (akan lebih baik) adalah apabila dua urat leher hewan tersebut terpotong. Apabila dua urat leher telah terpotong namun kerongkongan dan tenggorokan tidak terpotong, maka sembelihan tersebut tidak sah, sebab terkadang dua urat lehernya telah terpotong namun hewan tersebut masih bisa hidup.
Apabila seseorang melepas anjing pemburu atau anak panah dengan mengucapkan basmallah dan dia melihat binatang buruan yang dimaksud, ialu ternyata anjing atau anak panah tersebut mengenai hewan lain, maka dalam hai ini dia boleh memakan hewan tersebut, karena ia telah melihat dan meniatkan (menentukan) hewan buruannya walaupun akhirnya hewan lain yang didapat. Tapi ketika ia melepaskan anjing atau anak panah tersebut dengan tidak melihat hewan buruannya, maka ia tidak boleh memakan hewan tersebut walaupun ia sudah berniat (untuk memburu dengan membaca basmallah), karena niat berburu dengan membaca basmallah itu dengan tidak melihat hewan human yang dituju.
Imam Syafi’i berkata: Hasil buruan anak kecil adalah san sebagaimana sembelihannya juga dianggap sah. Bahkan seorang anak kecil dalam hal ini lebih mudah berburu daripada menyembelih, karena syarat berburu hanya dengan perkataan (membaca basmallah), sedangkan dalam menyembelih harus dengan perkataan dan perbuatan (menyembelih). Begitu juga sembelihan yang dilakukan oleh seorang perempuan atau orang-orang yang berhak untuk menyembelih, seperti orang Nasrani dan orang Yahudi.
Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang memanah, menusuk, memukul atau melepaskan seekor anjing pemburu untuk mendapatkan hewan buruannya, lalu anjing tersebut memotong tubuh, kepala, perut atau tulang punggungnya, maka seluruh potongan hewan tersebut boleh dimakan. Hal ini dianggap sebagai penyembelihan yang sah, dengan syarat hewan buruan tersebut tidak terbelah menjadi dua bagian.
Imam Syafi’i berkata: Segala hewan yang hidup di air seperti ikan atau hewan lainnya tidak wajib disembelih, sebab mengambilnya sudah berarti menyembelihnya. Tapi apabila seseorang menyembelihnya, maka hal itu tidak diharamkan. Misalnya ada seseorang yang menyembelih binatang air yang hidupnya sangat lama, dengan tujuan agar binatang tersebut cepat mati, maka dalam hal ini saya berpendapat bahwa hal itu tidak makruh.