Imam Syafi’i berkata: Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW apabila melakukan haji atau umrah, maka yang pertama kali dilakukan adalah thawaf (thawaf kudum) dengan 3 putaran dan berjalan biasa pada 4 putaran berikutnya, kemudian beliau shalat dua rakaat lalu melakukan sa’i antara Shafa dan Marwa.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa thawaf di Baitullah kurang dari 7 harus putaran, maka thawafnya belum sempurna walaupun hanya kurang satu langkah. Jika demikian, ia belum boleh melakukan sa’i antara Shafa dan Marwa, karena belum menyempurnakan thawaf sebanyak 7 putaran. Seseorang yang sedang melaksanakan ihram umrah, kemudian kembali kepada keluarganya dan masih dalam keadaan ihram, lalu apabila ia hendak kembali lagi ke Makkah, maka yang pertama kali harus dia lakukan adalah thawaf di Baitullah sebanyak 7 kali kemudian sa’i antara Shafa dan Marwa sebanyak 7 kali pula, kemudian menggunting rambutnya atau memendekkannya. Apabila ia mengunting rambutnya sebelum melakukan thawaf, maka dia harus membayar dam sebelum Amber-tahallul. Menurut pendapat saya, tidak ada rukhshah (keringanan) bagi seseorang untuk memutuskan thawaf kecuali apabila ada udzur; misalnya apabila qamat telah dikumandangkan dan shalat berjamaah segera dimulai. Dalam keadaan seperti ini, seseorang boleh memutuskan thawaf tiya kemudian melakukan shalat berjamaah, kemudian meneruskan thawafnya dari tempat di mana ia memutuskannya. Apabila ia meneruskan thawafnya bukan dari tempat dimana ia memutuskan thawaf tersebut, maka hal itu dianggap tidak sah dan tidak dihitung satu kali putaran.
Imam Syafi’i berkata: Termasuk udzur yang diperbolehkan adalah apabila keadaan terlalu berdesak-desakan, maka seseorang boleh berhenti sebentar dan hal itu tidak mengakibatkan thawafnya terputus. Begitu juga seseorang yang sangat lelah, dia boleh beristirahat dan duduk, kemudian meneruskan lagi. Begitujuga orang yang batal wudhunya, ia boleh keluar dari thawaf untuk mengambil air wudhu. Tapi dalam hal ini menurut pendapat saya akan lebih baik apabila ia tidak meneruskan thawafnya, tapi ia memulai thawaf dari awal. Perlu diketahui bahwa thawaf itu tidak boleh dilakukan kecuali di dalam masjid, karena yang merupakan tempat thawaf adalah masjid. Seseorang yang thawaf di dalam masjid, maka thawafnya adalah sah walaupun antara dirinya dengan Ka’bah terhalang oleh wanita jamaah, tempat minum air Zamzam, atau tiang-tiang masjid dan lain-lain, selagi dia melakukan thawaf tersebut di area masjid. Jika ia melakukan thawaf tersebut diluar area masjid, maka thawafnya tidak sah walaupun jaraknya dekat sekali dengan masjid.