Imam Syafi’i berkata: Berupa apapun harta zakat itu, harus dibagi berdasarkan jenis harta tersebut dan tidak boleh diganti dengan harta lain, serta tidak boleh dijual terlebih dahulu. Apabila dua orang mustahik atau lebih mendapat bagian zakat berupa seekor sapi, seekor unta, seekor kambing, satu dinar emas atau satu dirham perak, maka harta tersebut dapat diberikan kepada mereka dan mereka berserikat sama-sama memiliki harta tersebut, sebagaimana apabila mereka mendapat hibah atau wasiat dari seseorang. Setelah itu, ditetapkanlah kepemilikan mereka atas harta zakat tersebut, dan salah seorang di antara mereka boleh memiliki harta zakat (yang masih dalam serikat tersebut) dengan cara membelinya (memberikan ganti rugi) kepada serikat-serikatnya. Demikian juga apabila salah seorang di antara mereka memiliki 1/10 bagian dari harta zakat tersebut, sementara yang lainnya lagi memiliki sisanya, maka dalam hal ini mereka mendapat bagian sesuai dengan kadar kepemilikan mereka. Yang demikian ini berlaku untuk seluruh asnaf dan sama dalam hal harta ternak, dinar dan dirham, sehingga beberapa orang bisa berserikat (sama-sama memiliki) harta zakat yang berupa dirham atau dinar. Dalam hal ini harta tersebut tidak boleh dijual (ditukar) dengan harta lain. Jadi, dinar tidak boleh ditukar dengan dirham, atau dirham tidak boleh ditukar dengan uang, dan juga tidak boleh ditukar dengan gandum kemudian dibagi-bagikan kepada mereka (orang-orang yang berhak menerima zakat). Adapun tamar (kurma kering) dan zabib (anggur kering) serta segala sesuatu yang merupakan hasil bumi maka cara pembagiannya adalah dengan ditakar, kemudian diberikan kepada mustahik sesuai dengan ukuran bagian mereka masing-masing.