Haramnya Menyendiri Dengan Wanita Lain Yang Bukan Mahramnya

Allah Ta’ala berfirman: “Dan jikalau engkau semua meminta kepada para wanita itu yakni yang ajnabiyab atau bukan mahramnya akan sesuatu benda, maka mintalah kepada mereka di belakang tabir.” (al-Ahzab: 53)

Dari Uqbah bin ‘Amir r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Takutlah engkau semua masuk kepada wanita yang bukan mahramnya.” Kemudian ada seorang lelaki dari sahabat Anshar berkata: “Bagaimanakah pendapat Tuan tentang ipar?” Beliau s.a.w. bersabda: “Ipar itulah yang menyebabkan kematian yakni kerusakan.”* Maksudnya menyendirinya seorang wanita dengan ipar suami itu menyebabkan timbulnya fitnah dan kerusakan, maka diumpamakan sebagai yang menyebabkan kematian. (Muttafaq ‘alaih)

Albamwu ialah keluarga dari suami seperti saudara lelaki suami, anak lelaki saudara itu atau anak lelaki pamannya.

* Makna dari Hadis ini ialah bahwa menyendirinya hamwu ipar dan sebagainya yang tertulis di atas itu adalah lebih besar bahayanya daripada orang yang benar-benar asing, sebab kadang-kadang lelaki itu mempertunjukkan sesuatu yang baik pada isteri tadi, kemudian beratlah kiranya bagi suaminya untuk mengusahakan sesuatu yang ada di luar kemampuannya, atau akan menyebabkan buruknya hubungan dan Iain-Iain sebagainya. Selain itu suami juga tidak akan terkesan sesuatu apapun dalam hatinya untuk mengamat-amati lelaki tersebut, terutama mengenai keadaan batinnya dengan ke luar masuk dalam rumahnya itu.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Janganlah sekali-kali seseorang lelaki di antara engkau semua itu menyendiri dengan seorang wanita, melainkan haruslah ada mahramnya beserta wanita tadi.” (Mu’ttafaq ‘alaih)

Dari Buraidah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kemuliaannya yakni kehormatannya para isteri kaum lelaki yang mengikuti peperangan atas yang duduk yakni tidak mengikuti peperangan adalah sebagaimana kemuliaan yakni kehormatan ibu-ibu mereka yakni ibu-ibunya yang tidak mengikuti. Tiada seorang lelakipun dari golongan orang-orang yang duduk tidak mengikuti peperangan yang menjadi ganti seorang lelaki yang mengikuti berjihad, untuk mengawasi keluarganya, kemudian ia berkhianat kepada sahabatnya yang ikut berjihad tadi, melainkan orang yang berkhianat tadi akan dihentikan di muka orang yang berjihad besok pada hari kiamat, selanjutnya yang berjihad  itu akan mengambil kebaikan-kebaikannya orang yang mengawasi tersebut, sekehendak hatinya sehingga ia rela yakni sampai merasa puas.” Kemudian Rasulullah s.a.w. menoleh kepada kita semua lalu bersabda: “Bagaimanakah dalam perkiraanmu maksudnya: Bukankah itu suatu hal yang berat tanggungannya. (Riwayat Muslim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *