Sa‟id bin Salim mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dari Atha, dari Shafwan bin Mauhab, bahwa ia mengabarinya dari Abdullah bin Muhammad bin Shaifi, dari Hakim bin Hizam, ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ”tidakkah aku diberitahu atau tidakkah sampai kepadaku, atau sebagaimana yang Allah kehendaki bahwa kamu menjual makanan?‟ Hakim menjawab:„Benar Ya Rasulullah!.‟ Rasulullah SAW lalu bersabda: ”janganlah kamu sekali-kali menjual makanan sebelum kamu membelinya
dan menerimanya”.
Sa‟id mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Jura‟ij, ia berkata: “Atha juga mengabarkan kepadaku hal tersebut dari Abdullah bin Ishmah, dari Hakim bin Hizam, bahwa ia mendengar dari Nabi SAW. Seorang yang tsiqah mengabarkan kepada kami, dari Ayyub bin Abu Tamimah, dari Yusuf bin Mahak, dari Hakim bin Hizam, ia berkata:
“Rasulullah SAW melarangku menjual sesuatu yang tidak ada padaku.”
Maksudnya menjual sesuatu yang bukan miliknya, dan bukan sesuatu yang dijamin olehnya.
Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Abdullah bin Katsir, dari Abu Minhal, dari Ibnu Abbas, ia berkata:
“Rasulullah SAW tiba di Madinah saat orang-orang bertransaksi secara salam (pembayaran dimuka –ed) terhadap kurma dalam setahun atau dua tahun. Rasulullah SAW lalu bersabda: ”barangsiapa bertransaksi secara salam, maka hendaknya melakukannya dalam takaran yang diketahui, timbangan yang diketahui, dan waktu yang diketahui.”
Asy-Syafi’i berkata: menurut hafalanku, kalimat terakhir adalah (/ َوأَ َج ٍل َمْعلُوٍـdan waktu yang diketahui), sementara perawi lain mengatakan ( /أْو إِلَى أَ َج ٍل َمْعلُوٍـatau hingga waktu yang diketahui).
Larangan Nabi SAW terhadap seseorang untuk menjual “apa yang tidak ada padanya.” Bisa diartikan menjual sesuatu yang tidak ada di hadapannya dan tidak bisa dilihat penjual dan pembeli saat bertransaksi. Bisa juga diartikan menjual sesuatu yang tidak
dimilikinya, sehingga tidak bisa disebutkan sifat-sifatnya dan dijamin keberadaannya oleh penjual, serta tidak bisa berada dalam kepemilikannya, sehingga ia tidak bisa menyerahkan barang tersebut kepada pembeli. Bisa juga diartikan selain dua arti tersebut.
Ketika Rasulullah SAW memerintahkan orang yang membayar terlebih dahulu menetapkan timbangan, takaran dan batas waktunya, maka perintah ini mencakup jual beli terhadap sesuatu yang tidak ada di hadapan seseorang dan tidak dimiliknya saat ia bermaksud menjualnya. Dikarenakan barang itu dijamin oleh penjual untuk diserahkan saat tiba batas waktunya, maka hal ini menunjukkan bahwa yang dilarang
Rasulullah SAW adalah menjual sesuatu yang tidak dimiliki oleh penjual. Bisa jadi, yang dilarang Nabi SAW adalah menjual sesuatu yang tidak ada di tempat, baik dalam kepemilikan penjual maupun tidak, karena bisa saja barang tersebut rusak atau berkurang sebelum pembeli melihatnya.
Setiap pernyataan umum dan tekstual dalam Sunnah Rasulullah SAW harus diterapkan sesuai cakupan umum dan makna tekstualnya, sampai diketahui adanya hadits shahih dari Rasulullah SAW yang menunjukkan bahwa pernyataan umum
tersebut dimaksudkan untuk makna khusus.
Ulama wajib menerapkan kedua khabar tersebut pada konteks masing-masing selama mereka menemukan konteks penerapan keduanya. Janganlah mereka menganggap kedua hadits tersebut bertentangan, karena keduanya dimungkinkan untuk diterapkan, yaitu ketika ada jalan untuk menerapkannya secara bersamaan, dan salah satu dari keduanya tidak lebih wajib dari yang lain.
Kedua hadits tersebut tidak bisa dianggap bertentangan selama masing-masing memiliki konteks untuk diterapkan secara bersama-sama. Yang disebut bertentangan adalah yang tidak bisa dijalankan kecuali dengan menggugurkan yang lain, seperti
hadits-hadits tentang satu hal, hadits pertama menghalalkannya sedangkan hadits kedua mengharamkannya.