Aushiya (Orang-orang yang Menerima Wasiat)

Imam Syafi’i berkata: Tidak boleh berwasiat kecuali untuk orang yang baligh, muslim dan adil, juga untuk perempuan yang seperti itu. Tidak boleh seorang budak berwasiat untuk budak orang Iain, budak orang yang berwasiat dan budak orang yang diwasiatkan. Tidak juga untuk orang yang belum lengkap kebebasannya dari budak mukatab atau yang lainnya. Begitu juga tidak boleh ada wasiat dari seorang muslim kepada orang kafir. Jika seseorang berwasiat kepada orang yang boleh menerima wasiat, kemudian pada diri orang yang diberi wasiat itu terjadi sesuatu hal yang mengeluarkannya dari batas kesanggupannya untuk disandarkan sesuatu atau untuk menerima kepercayaan, maka wasiat itu keluar darinya apabila dia memang tidak dapat memegang amanah. Termasuk juga orang yang kurang atau tidak cukup kuat menerima amanah. Jika ia melemah dalam menerima amanat, maka ia dapat langsung dikeluarkan.

Imam Syafi’i berkata: Apabila orang itu mengatakan, “Saya berwasiat untuk si fulan. Jika terjadi sesuatu padanya, maka saya mewasiatkan untuk orang yang diwasiatkannya”, maka hal itu tidak diperbolehkan, karena ia berwasiat dengan harta orang lain. Seorang hakim (penguasa) seharusnya memperhatikan orang yang menerima wasiat, apakah ia sanggup dan amanah, lebih amanah atau yang semisalnya dari orang-orang yang dilihatnya cocok untuk menerima peninggalan si mayit. Maka, hendaknya ia segera mengurus peninggalan si mayit itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *