Imam Syafi’i berkata: Jika seseorang mewasiatkan kepada orang lain sebuah rumah, lalu ia mengatakan “Rumah saya yang begini ia menjelaskan sifat rumahnya sebagai wasiat untuk si fulan”, maka rumah itu untuk si fulan dengan semua bangunannya dan apa yang ada padanya dari pintu dan kayu. Tidak untuk si fulan harta benda yang ada di dalam rumah itu; dari kayu, pintu-pintu yang tidak tetap pada bangunan, batu dan batu bata yang belum dipakai untuk bangunan, karena itu bukan bagian dari rumah dan dengannya dapat membangun (sebuah rumah).
Jika ia mewasiatkan rumah, lalu rumah itu roboh ketika orang yang mewasiatkan masih hidup, maka rumah yang roboh itu bukan untuk orang yang diberi wasiat. Untuknya adalah bagian yang tidak roboh dari rumah tersebut. Jika seseorang berwasiat kepada orang lain berupa seorang budak, lalu budak itu meninggal dunia atau matanya rusak (terjadi cacat pada dirinya), maka yang’berwasiat tidak lagi memiliki sesuatu dari sepertiga hartanya selain yang diwasiatkan, karena yang diwasiatkan itu sudah tidak ada. Begitu juga jika yang diwasiatkan adalah suatu benda tertentu, lalu ia hilang atau berkurang