Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari Salim, dari bapaknya.
Misalnya apabila sekelompok orang sedang mengerjakan shalat Maghrib saat turun hujan, dan setelah selesai shalat Maghrib temyata hujan telah berhenti, maka tidak boleh bagi orang-orang ini menjamak (menyatukan) shalat Isya dengan shalat Maghrib tadi. Wallahu a lam. Peneij.
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat Maghrib dan Isya di Muzdalifah dengan menjamak.”
Dari Abu Thufail Amir bin Wailah, bahwasanya Mu’adz bin Jabal mengkhabarkan kepadanya,
“Bahwa mereka keluar bersama Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat perang Tabuk. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjamak antara shalat Zhuhur dan Ashar, dan antara shalat Maghrib dan Isya.”
Mu’adz bin Jabal mengatakan.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan shalat pada suatu hari. Kemudian beliau keluar lalu mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan menjamak, kemudian beliau masuk. Kemudian beliau keluar, lalu beliau shalat Maghrib dan Isya dengan dijamak.”
Imam Syafi’i berkata: Sunnah menunjukkan bahwa orang yang melakukan perjalanan (safar) diperbolehkan menjamak antara shalat Zhuhur dan Ashar, dan antara shalat Maghrib dan Isya di salah satu waktu dari keduanya. Apabila ia menghendaki, boleh baginya mengerjakan kedua shalat tersebut pada waktu shalat pertama. Apabila menghendaki juga, ia boleh mengerjakannya di waktu shalat kedua, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjamak antara shalat zhuhur dan Ashar yang dikerjakan pada waktu zhuhur dan menjamak antara shalat Maghrib dan Isya yang dikerjakan pada waktu isya.
Seseorang tidak diperkenankan menjamak shalat Subuh dengan shalat apapun, dan tidak boleh pula menggabungkan shalat lain kepadanya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan hal yang demikian.
Seorang musafir tidak boleh menjamak dua waktu shalat sebelum tiba waktu shalat yang pertama dari keduanya. Apabila ia melakukan hal itu, maka ia haras mengulangi shalatnya, sebagaimana orang yang mukmin mengulangi shalat bila mengerjakannya sebelum waktu shalat masuk. Diperkenakan bagi seorang musafir menjamak dua shalat setelah masuk waktu shalat yang pertama dari keduanya, sebab pada saat demikian ia dinamakan mengganti (qadha). Apabila seorang musafir memulai shalat sebelum tergelincir matahari dan ia belum membaca (Al Faatihah) sehingga matahari tergelincir, kemudian ia melanjutkan shalatnya lalu shalat Zhuhur dan Ashar dengan dijamak, maka ia haras mengulangi kedua shalat itu.
Adapun alasan pengulangan shalat Zhuhur adalah karena waktunya belum tiba ketika ia memulai shalatnya. Adapun shalat Ashar, ia boleh mengerjakan sebelum waktunya apabila ia menggabungkannya dengan shalat Zhuhur yang dikeijakan secara sah.
Jika ia bermaksud menjamak shalat (Zhuhur dan Ashar) lalu ia memulai dengan shalat Ashar kemudian Zhuhur, maka shalat Zhuhur cukup baginya namun Ashar tidak (tidak sah). Shalat Ashar tidak dianggap cukup (sah) apabila dilakukan mendahului shalat Zhuhur.
Apabila ia memulai shalat Zhuhur yang tidak disertai dengan wudhu, kemudian ia berwudhu untuk shalat Ashar lalu ia mengerjakannya, maka ia haras mengulangi shalat Zhuhur dan Ashar. Shalat Ashar tidak dianggap sah apabila dikerjakan mendahului waktu yang seharusnya, kecuali apabila digabungkan dengan shalat Zhuhur yang telah dikerjakan secara sah.
Demikian juga apabila ia membatalkan shalat Zhuhur dengan sesuatu apapun, maka shalat Ashar tidak dianggap sah karena dikerjakan sebelum waktunya. Adapun bila semua itu berada di waktu Ashar, dimana ia tidak mengerjakan shalat Ashar itu melainkan setelah waktunya masuk, maka shalat Ashar menjadi sah dan ia harus mengulangi shalat Zhuhur.