Takbir pada Shalat Dua Hari Raya

Imam Syafi’i berkata: Ibrahim telah mengkhabarkan kepada kami, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Ja’far bin Muhammad.

“Bahwa Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar bertakbir pada dua hari raya dan shalat Istisqa (minta hujan) sebanyak tujuh kali dan lima kali, dan mereka shalat sebelum khutbah dan membaca dengan suara nyaring.

Imam Syafi’i berkata: Dari Nafi’ bekas budak Ibnu Umar ia berkata, “Saya menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha bersama Abu Hurairah, beliau membaca takbir pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali sebelum membaca Ummul Qur’ an, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali sebelum membaca Ummul Qur’an.”

Imam Syafi’i berkata: Apabila imam memulai shalat dua hari raya, maka hendaknya ia membaca takbir untuk masuk ke dalam shalat, kemudian membaca doa iftitah, sebagaimana yang dibaca pada shalat fardhu. Setelah itu membaca wajjahtu wajhiya sampai selesai, lalu ia bertakbir sebanyak tujuh kali selain takbir iftitah.

Kemudian ia membaca (Al Qur’an), ruku, dan sujud. Apabila ia bangkit pada rakaat kedua, ia membaca takbir sambil berdiri, kemudian membaca takbir sebanyak lima kali selain takbir berdiri (yang dilakukan sebelumnya). Kemudian ia membaca (Al Qur’an) lagi lalu ruku dan sujud, sebagaimana yang saya gambarkan kepada Anda seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.

Imam Syafi’i berkata: Apabila imam telah melaksanakan shalat dan memulai dengan takbir pertama dari tujuh takbir sesudah takbir iftitah, lalu ia berhenti pada takbir pertama dan takbir kedua dengan kadar bacaan yang tidak terlalu panjang dan juga tidak terlalu pendek, lalu membaca tahlil (laa ilaha illallah) kemudian bertakbir dan bertahmid. la juga melakukan hal seperti ini di antara setiap dua takbir dari tujuh dan lima kali takbir, setelah itu ia membaca Ummul Qur ‘an dan surah yang ada di dalam Al Qur’ an.

Jika ia mengikutkan takbir dengan sebagian yang lain tanpa dipisahkan antara satu takbir dengan takbir yang lain dengan dzikir, maka hal itu saya pandang makruh. Namun, ia tidak harus mengulangi shalat dan tidak pula malaksanakan sujud Sahwi.
Imam Syafi’i berkata: Apabila ia lupa seluruh takbir atau sebagiannya dan ia telah memulai membaca Ummul Qur’ an, lalu ia memotong bacaannya itu untuk membaca takbir, kemudian ia memulai lagi bacaannya, maka hal itu tidak dipandang merusak shalatnya.

Saya tidak memerintahkan untuk memutuskan bacaan apabila ia telah memulai bacaan, dan tidak juga mengulangi takbir, namun saya menyuruhnya agar bertakbir pada rakaat kedua sebagaimana takbir pada rakaat pertama, karena dzikir adalah dzikir yang ditentukan tempatnya. Namun apabila ia telah melewatinya, maka ia tidak hams menggantinya.

Imam Syafi’i berkata: Apabila ia meninggalkan tujuh atau lima takbir sekaligus dengan sengaja, atau karena lupa, maka ia tidak hams mengulangi shalatnya atau sujud Sahwi, karena takbir adalah dzikir yang tidak membatalkan shalat apabila ditinggalkan, dan takbir adalah amalan yang tidak mengharuskan sujud Sahwi.

Imam Syafi’i berkata: Apabila ia yakin bahwa ia telah bertakbir pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali lebih atau kurang, namun ia ragu apakah telah menjadikan salah satu dari takbir itu sebagai takbir Iftitah atau tidak, maka shalatnya dipandang tidak sah. Pada keadaan seperti ini seharusnya ia memulai kembali shalatnya dan membaca takbir Iftitah pada tempatnya, kemudian ia mulai membaca doa Iftitah lalu bertakbir dan mambaca (Al Qur’an). Tidak sah shalat seseorang apabila tidak melaksanakan hal itu, dan dia dianggap seperti orang yang bam memulai shalatnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *