Orang Masuk Islam dari Penduduk Negeri Musuh

Dalam fikih jihad, salah satu persoalan yang dibahas para ulama adalah status hak ghanimah bagi orang yang masuk Islam dari negeri musuh (dār al-ḥarb). Apakah ia berhak mendapatkan bagian harta rampasan perang sebagaimana tentara Muslim lainnya, ataukah tidak? Imam al-Syafi’i memberikan penjelasan yang sangat teliti, sekaligus mengutip pendapat Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallāhu ‘anhu untuk menegaskan prinsip keadilan dalam distribusi ghanimah.

قال الإمام الشافعي رحمه الله:
«إِذَا أَسْلَمَ الرَّجُلُ مِنْ أَهْلِ دَارِ الْحَرْبِ، كَانَ مُشْرِكًا أَوْ مُسْتَأْمَنًا أَوْ أَسِيرًا فِي أَيْدِي الْمُسْلِمِينَ، فَحُكْمُهُ وَاحِدٌ. فَإِذَا خَرَجَ إِلَى الْمُسْلِمِينَ بَعْدَ أَنْ جُمِعَتِ الْغَنِيمَةُ فَلَا سَهْمَ لَهُ، وَكَذَلِكَ إِنْ جَاءَ نَصْرٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ بَعْدَ ذَلِكَ. وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ وَالْقِتَالُ قَائِمٌ، فَحَضَرَ الْقِتَالَ أَوْ جَاءَ فَرْقٌ فَاشْتَرَكُوا فِي الْغَنِيمَةِ، لِأَنَّهَا لَا تُجْمَعُ إِلَّا بَعْدَ فَرَاغِ الْقِتَالِ. وَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: الْغَنِيمَةُ لِمَنْ شَهِدَ الْوَاقِعَةَ».

Imam al-Syafi’i berkata:
“Apabila seseorang masuk Islam dari penduduk negeri musuh, baik sebelumnya ia seorang musyrik, orang yang mendapat jaminan keamanan, atau seorang tawanan di tangan kaum Muslimin, maka hukumnya sama.

Apabila ia datang (bergabung) kepada kaum Muslimin sesudah mereka mengumpulkan harta rampasan (ghanimah), maka ia tidak diberi bagian. Demikian pula jika datang kepada mereka orang-orang Islam (tambahan) setelah itu. Tetapi jika peperangan masih berlangsung dan orang Muslim tadi ikut hadir (berperang) atau datang suatu pasukan (bergabung), maka mereka dapat bersekutu dalam ghanimah, karena ghanimah itu tidak dikumpulkan kecuali setelah selesainya perang. Umar bin Khaththab berkata: “Ghanimah itu hanya bagi orang yang hadir dalam peristiwa (perang).”

Imam al-Syafi’i membedakan dua kondisi penting:

  1. Masuk Islam setelah ghanimah dikumpulkan
    • Tidak mendapat bagian.
    • Karena pembagian harta rampasan sudah ditentukan bagi peserta perang yang hadir sebelum selesainya pertempuran.
  2. Masuk Islam saat perang masih berlangsung
    • Jika ia ikut serta dalam pertempuran, maka ia berhak mendapat bagian ghanimah.
    • Karena prinsip ghanimah adalah hak bagi mereka yang benar-benar hadir dalam jihad dan berjuang di medan perang.

Prinsip Fiqh

  • Al-ghanimah li man shahida al-waqi‘ah (الغنيمة لمن شهد الواقعة): ghanimah hanya untuk mereka yang hadir dalam peristiwa perang.
  • Masuk Islam adalah keberuntungan besar baginya, tetapi hak-hak ghanimah tetap diatur dengan prinsip keadilan agar tidak menzalimi prajurit Muslim yang sejak awal berjihad.

1. Prinsip keadilan dalam pembagian ghanimah

Allah Ta‘ala berfirman:

﴿وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُم مِّن شَىْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى الْقُرْبَى وَالْيَتَـٰمَى وَالْمَسَـٰكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ إِن كُنتُمْ ءَامَنتُم بِاللَّهِ…﴾ (الأنفال: 41)

“Dan ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai ghanimah, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil…” (QS. Al-Anfal: 41).

Ayat ini menegaskan bahwa ghanimah memiliki aturan distribusi yang jelas, tidak boleh diambil secara serampangan.

2. Hadis Nabi ﷺ

Rasulullah ﷺ bersabda:

«الْغَنِيمَةُ لِمَنْ شَهِدَ الْقِتَالَ»
(HR. al-Bayhaqi)

“Ghanimah itu (hanya) bagi orang yang hadir dalam pertempuran.”

Hadis ini sejalan dengan pernyataan Umar bin Khaththab yang dikutip oleh Imam al-Syafi’i.

Pandangan Imam al-Syafi’i tentang hak ghanimah bagi orang yang masuk Islam dari negeri musuh menunjukkan keseimbangan antara rahmat Islam bagi mualaf dan keadilan distribusi harta perang.

  • Jika masuk Islam setelah peperangan selesai dan ghanimah dikumpulkan ⇒ tidak mendapat bagian.
  • Jika masuk Islam saat peperangan masih berlangsung dan ia turut berjuang ⇒ berhak mendapat bagian.

Dengan demikian, fikih Imam al-Syafi’i tidak hanya menata aspek ibadah, tetapi juga memastikan bahwa jihad berjalan dengan prinsip keadilan, amanah, dan keteraturan syariat.

✍️ Ditulis oleh:
KH. Ahmad Ghozali Fadli, M.Pd.I
Pengasuh Pesantren Alam Bumi Al-Qur’an, Wonosalam, Jombang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *