Imam Syafi’i berkata: Allah Tabaraka wa Ta ‘Ala berfirman, “Apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum ‘at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah. ” (Qs. Al Jumu’ah(62): 9)
Allah Azza wa JAlla berfirman, “dan yang menyaksikan dan disaksikan. ” (Qs. Al Buruuj (85): 3)
Imam Syafi’i berkata: Dari Atha’ bin Yasar, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,
“Yang menyaksikan adalah hari Jum ‘at dan yang dipersaksikan adalah hari Arafah.”
Imam Syafi’i berkata: Diriwayalkan dari Abu Hurairah ia berkata bahwa Rasul SAW bersabda.
“Kita yang terakhir dan kita yang terdahulu, hanya saja kitab didatangkan kepada mereka sebelum kita dan kita diberi setelah mereka, maka ini adalah hari yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada kita pada hari itu, dan manusia mengikuti kita, orang-orang Yahudi besokdan orang-orang Nasrani lusa.”
Imam Syafi’i berkata: Seseorang yang baligh, merdeka dan tidak ada udzur apabila bernukim di suatu negeri, maka wajib atasnya melaksanakan shalat Jum’at
Imam Syafi’i berkata: Udzur itu adalah sakit, dimana bila ia menghadiri shalat Jum’at, niscaya sakitnya akan semakin parah atau ia akan mendapat kesulitan yang tidak tertahankan, dipenjara oleh penguasa, atau meninggAlnya orang yang bertanggung jawab atas urusannya seperti kaum kerabat dan para sahabat.
Apabila anak atau ibu-bapaknya sakit, dan ia takut kematian akan menimpanya, maka tidak mengapa ia meninggalkan shalat Jum’at.
Apabila ia mengira akan tertimpa kebakaran, tenggelam, kecurian atau kehilangan sesuatu, sementara ia berharap jika tidak menghadiri shalat Jum’at akan dapat menghindari hal-hal tersebut atau meminimAlisasi kerugian, maka tidak mengapa ia meninggalkan shalat Jum’at.
Demikian juga apabila kehilangan anak atau hartanya yang berupa budak, hewan atau yang lain, dan ia berharap dengan mengurusnya dan meninggalkan shalat Jum’at akan memperoleh semua itu kembali, maka dalam kondisi seperti itu ia boleh meninggalkan shalat Jum’at.
Imam Syafi’i berkata: Jika ia takut apabila keluar pada shalat Jum’at akan ditangkap dan dipenjara oleh penguasa tanpa kebenaran, maka boleh baginya tidak menghadiri shalat Jum’at. Namun apabila penguasa hendak memenj arakannya karena adanya hak seorang muslim yang ferzhalimi, seperti penumpahan darah atau hukum had, maka tidak ada kelonggaran baginya untuk meninggalkan shalat Jum’at; kecuali apabila ia berharap hukuman itu akan dihapuskan, dimaafkan atau melalui jalan damai, maka saya berharap boleh baginya meninggalkan shalat Jum’at.
Imam Syafi’i berkata: Apabila ia tidak hadir karena utang disebabkan oleh kesulitan hidupnya, maka ia diberi kelonggaran meninggalkan shalat Jum’at.
Imam Syafi’i berkata: Tidak wajib shalat Jum’at bagi seseorang yang belum baligh, wanita, dan seorang hamba. Namun saya menyukai bagi budak apabila diizinkan supaya mengerjakan shalat Jum’at, demikian juga bagi orang yang telah tua renta dan anak-anak apabila mereka diizinkan, dan saya tidak mengetahui salah seorang dari mereka dianggap berdosa karena meninggalkan shalat Jum’at.
Imam Syafi’i berkata: Saya tidakmenyukai orang-orang yang boleh meninggalkan shalat Jum’at, baik orang-orang merdekakarena udzur, kaum wanita, orang-orang yang belum baligh danbudak-budak, untuk mengerjakan shalat Zhuhur hingga imam menyelesaikan shalat Jum’at; atau ia mengakhirkan pelaksanaan shalat Zhuhur sampai ia benar-benar melihat imam telah menyelesaikan shalat Jum’at, karena barangkali saja ia mendapat kekuatan untuk menghadiri shalat Jum’at sebelum imam selesai shalat dan itu lebih baik baginya.
Imam Syafi’i berkata: Apabila mereka mengerjakan shalat secara berjamaah atau sendiri-sendiri sesudah matahari tergelincir, sebelum imam selesai shalat, maka mereka tidak perlu mengulangi shalat, karena mereka diberi udzur untuk meninggalkan shalat Jum’at.