Burung Elang yang diajari, Binatang Buruan yang diikat dan Barang yang Ditandai

Di tengah debu peperangan, dentuman senjata, dan hiruk-pikuk pasukan, mungkin kita membayangkan bahwa hukum dan keadilan berhenti bekerja. Namun, Islam justru mengajarkan bahwa keadilan tidak boleh padam meski di medan perang. Imam besar, al-Imam al-Syafi’i (raḥimahullāh), meninggalkan warisan pemikiran yang menakjubkan: bukan hanya tentang shalat, puasa, atau zakat, melainkan juga tentang seekor elang, mangkuk berukir, dan tangga di padang pasir.

Seolah beliau berkata: “Peradaban Islam tidak hanya berdiri di atas pedang, tetapi juga di atas pena dan keadilan.”

قال الإمام الشافعي رحمه الله:

إِذَا وَجَدَ الْمَرْءُ نَسْرًا مُدَرَّبًا قَدْ عَلَّمَهُ غَيْرُهُ فَيُرْجَعُ إِلَى مَحَلِّ الْغَنِيمَةِ. وَكَذَلِكَ مَنْ أَخَذَ صَيْدًا مُعَلَّمًا أَوْ مَكْنُونًا أَوْ مُسَمًّى فَكُلُّ ذَلِكَ يَدُلُّ عَلَى وُجُودِ مَالِكٍ. وَإِذَا وُجِدَتْ سُلَّمَةٌ مَنْحُوتَةٌ فِي الصَّحْرَاءِ أَوْ قِصْعَةٌ مَنْحُوتَةٌ وَنَقْشُهَا يَدُلُّ عَلَى مِلْكِ أَحَدٍ فَيُعْرَفُ مَنْ هِيَ لَهُ، فَإِنْ عَرَفَهَا الْمُسْلِمُونَ صَارَتْ لَهُمْ، وَإِلَّا فَتُعْتَبَرُ غَنِيمَةً فِي دَارِ الْعَدُوِّ.

Imam al-Syafi’i berkata:
“Apabila seseorang menemukan seekor elang yang telah dilatih oleh orang lain, maka hendaknya ia dikembalikan ke tempat harta ghanimah. Demikian pula apabila seseorang mengambil binatang buruan yang sudah terlatih, yang diikat, atau yang diberi nama, maka semua itu menunjukkan adanya pemilik. Dan apabila ditemukan sebuah tangga yang diukir di padang pasir atau sebuah mangkuk berukir yang ukirannya menunjukkan kepemilikan seseorang, maka hendaklah diperkenalkan (dicari pemiliknya). Jika kaum Muslimin mengenalnya, maka barang itu menjadi milik mereka. Jika tidak, maka ia dianggap sebagai harta ghanimah karena berada di negeri musuh.”

1. Keadilan dalam Rincian Kecil

Imam al-Syafi’i tidak berbicara tentang istana megah atau perbendaharaan emas, melainkan tentang elang, buruan, mangkuk, dan tangga. Detail-detail ini menunjukkan betapa syariat Islam tidak melupakan sekecil apa pun tanda kepemilikan.

  • Binatang terlatih, diikat, atau dinamai ⇒ tanda kepemilikan.
  • Benda berukir dengan motif unik ⇒ bukti bahwa ada tangan manusia di baliknya.

2. Prinsip Fiqh

  • Barang yang jelas menunjukkan kepemilikan ⇒ harus diidentifikasi dan dikembalikan.
  • Jika diketahui pemiliknya di kalangan Muslim ⇒ milik bersama kaum Muslimin.
  • Jika tidak dikenal dan berada di wilayah musuh ⇒ dihitung sebagai ghanimah, tunduk pada aturan syariat tentang pembagiannya.

3. Hikmah

Imam Syafi’i ingin menegaskan bahwa:

  • Hak individu dihormati, bahkan di tengah kekacauan perang.
  • Harta tidak boleh dirampas secara liar tanpa aturan.
  • Ghanimah bukan sekadar rampasan, tetapi sistem yang diatur agar tidak melahirkan anarki.

Relevansi Kontemporer

Prinsip Imam al-Syafi’i tetap hidup hingga hari ini. Dalam konteks modern:

  • Zona konflik: barang pribadi, dokumen, atau aset budaya tidak boleh dirampas begitu saja.
  • Perlindungan warisan budaya (cultural heritage): benda berukir atau artefak yang ditemukan di wilayah konflik harus diinventarisasi dan diumumkan.
  • Hukum humaniter modern: sejalan dengan spirit fiqh Syafi’i, yaitu menjaga hak sipil meski di tengah perang.

Dari seekor elang terlatih hingga mangkuk berukir di gurun, Imam al-Syafi’i mengajarkan kepada kita satu prinsip abadi: hukum Islam bukan hanya menjaga ibadah, tetapi juga menjaga martabat manusia dan hak miliknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *