Imam Syafl’i berkata: Dari Abdullah bin Abi Aufah salah seorang sahabat Nabi SAW ia berkata, “Aku bertanya kepada Nabi SAW tentang seseorang yang belum mampu melaksanakan ibadah haji, lalu ia berutang untuk pergi haji. Beliau menjawab, ‘Tidak’. ”
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa tidak mempunyai harta yang cukup untuk berangkat haji, maka ia tidak boleh berutang untuk membiayai perjalanan haji, dan orang seperti ini termasuk yang tidak mampu mengarungi perjalanan (tidak wajib menunaikan haji). Akan tetapi apabila ia mempunyai barang-barang yang cukup berharga, maka ia harus menjual sebagian barang tersebut atau berutang dengan menggunakan barang-barang tersebut sebagai jaminan atau sewa sehingga ia bisa melaksanakan ibadah haji, dengan syarat ia mempunyai tempat tinggal, pembantu serta makanan yang ia tinggalkan untuk keluarganya selama ia melaksanakan ibadah haji. Apabila seseorang mempunyai biaya untuk berangkat haji, tapi tidak mampu memberi perbekalan (makan) untuk keluarganya yang ditinggal di rumah, maka menurut pendapat saya nafkah untuk keluarga lebih wajib baginya wallahu a ’lam selama ditinggalkannya. Apabila ada seseorang yang menanggung nafkah keluarganya dengan suka rela atau dengan imbalan, maka hal ini boleh diterima dan tidak mengurangi keabsahan hajinya. Apabila ia telah melaksanakan hal-hal yang wajib dalam ibadah haji, maka dalam hal ini seseorang boleh mengambil upah atau menerima pemberian, baik ia orang fakir atau orang kaya.