Bacaan Dalam Ruku

Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila ruku, beliau mengucapkan, “Ya Allah, kepada-Mu aku ruku dan kepada-Mu aku menyerahkan diri, dan dengan-Mu aku beriman. Engkau adalah Rabbku, pendengaranku, penglihatanku, tulang-belulangku, rambutku, dan kulitku hanya khusyu ’ kepada-Mu, karena Allah Tuhan semesta alam”

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila ruku membaca.  “Ya Allah, kepada-Mu aku ruku dan kepada-Mu aku menyerahkan diri, dan dengan-Mu aku beriman. Engkau adalah Rabbku, pendengaranku, penglihatanku, sum-sumku, tulang-belulangku, dan apayangmenjadi tempatpijakanku untukAllah Tuhan semesta alam”

Imam Syafi’i berkata: Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. “Apabila salah seorang dari kamu ruku lalu membaca *Subhana rabbiyal azhiim’ sebanyak tiga kali, maka ia telah menyempurnakan rukunya, dan itu adalah sekurang-kurangnya. Apabila ia sujud lalu membaca, ‘Subhana rabbit ‘ala ’ sebanyak tiga kali, maka ia telah menyempumakan sujudnya, dan itu adalah sekurang-kurangnya.”

Imam Syafi’i berkata: Apabila hadits ini tsabit (akurat) maka maksudnya —wallahu a ’lam- adalah batas minimal bagi kesempurnaan fardhu dan pilihannya sekaligus, bukan hanya kesempurnaan fardhu semata.

Saya lebih menyukai orang yang ruku dengan membaca “Subhaana rabbiyal azhim ” sebanyak tiga kali, dan membaca apa yang saya riwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membacanya pula pada ruku dan sujud.

Saya menyukai agar seseorang tidak menguranginya, baik ia sebagai imam atau ketika shalat sendirian, karena bacaan ruku itu cukup mudah dan tidak memberatkan.

Imam Syafi’i berkata: batas minimal kesempurnaan ruku adalah meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua lututnya. Apabila ia telah melakukan yang demikian, maka ia telah melaksanakan sesuatu yang diharuskan ketika ruku sehingga ia tidak mengulangi rakaat itu walaupun ia tidak menyebut nama Allah (membaca dzikir) ketika ruku, karena Allah Subhanahu wa Ta ’ala berfirman, “Ruku dan bersujudlah kamu sekalian.”

Apabila ia telah ruku dan sujud, maka ia telah melaksanakan yang fardhu, sedangkan dzikir pada ruku adalah sunah. Namun saya tidak menyukai jika seseorang meninggalkannya.

Apabila ia seorang yang putus atau lumpuh salah satu tangannya, maka ia dapat memegang salah satu dan kedua lututnya dengan tangan yang masih ada. Apabila kedua tangannya sakit, maka ia dapat meletakkan kedua tangannya sebelum mencapai batas lututnya.

Apabila kedua tangannya sehat, lalu ia tidak meletakkan kedua tangannya di atas lututnya, maka ia telah berbuat yang tidak baik. Namun apabila meletakkan kedua tangannya tidak sampai melewati kedua lutut, maka hal itu tidak mengapa baginya jika posisi rukunya sudah sama seperti apabila ia meletakkan kedua tangannya di atas lutut tanpa melebihi darinya.

Apabila ia tidak meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, dan ia ragu apakah posisinya itu telah sama dengan posisi apabila ia meletakkan kedua tangannya di lutut tanpa melebihi darinya, maka rakaat shalat itu tidak dihitung baginya.

Imam Syafi’i berkata: Kesempurnaan ruku adalah; seseorang meletakkan kedua tangannnya di atas kedua lututnya, membentangkan punggung serta lehemya, tidak merendahkan leher dari punggungnya dan tidak meninggikannya, tidak boleh membungkukkan punggungnya serta selalu berusaha berada pada posisi lurus dalam segala keadaan.

Apabila ia meninggikan kepalanya dari punggungnya atau punggung dari kepalanya, atau punggungnya tidak lurus sehingga ia seperti orang yang bungkuk, maka hal itu saya pandang makruh, namun ia tidak mesti mengulanginya.

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang mendapati imam sedang ruku lalu ia ruku sebelum imam itu mengangkat punggungnya dari ruku, maka rakaat itu terhitung baginya. Namun apabila imam telah mengangkat punggungnya dari ruku dan ia belum ruku, maka rakaatnya tidak terhitung.

Imam Syafi’i berkata: Apabila orang itu ruku bersama imam, kemudian ia mengangkat kepalanya sebelum imam, maka saya menyukai agar orang itu kembali lagi kepada sikap ruku hingga imam itu mengangkat kepalanya.

Apabila orang itu melakukan ruku dan punggungnya telah lurus, kemudian ia terjatuh ke lantai, maka ia harus bangkit kembali hingga berdiri lurus. Tidak ada keharusan baginya untuk kembali ruku, karena ia telah melakukan ruku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *