Iman Syafi’i berkata: Orang-orang musyrik (di zaman Jahiliyah) telah mengharamkan beberapa jenis makanan terhadap diri mereka sendiri. Dalam hal ini Allah menegaskan bahwa makanan yang telah mereka haramkan hukumnya adalah halal (makanan tersebut boleh dimakan) seperti bahirah, saibah, washilah, dan ham. Mereka mengharamkan susu, daging dan kepemilikan. Allah berfirman, “Allah sekali-sekali tidak pemah mensyariatkan adanya bahirah, saibah, washilah, dan ham?1.” (Qs. Al Maa’idah (5): 103)57
Allah berfirman, “Sungguh rugilah orang-orang yang telah membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui. Dan mereka mengharamkan apa yang telah Allah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. ” (Qs. Al an’aam (6): 140)
Sehubungan dengan perbuatan mereka yang mengharamkan beberapa makanan yang dihalalkan ini, Allah berfirman, “Mereka mengatakan, ‘Inilah binatang temak dan tanaman yang dilarang; dan tidak boleh memakannya kecuali orang yang kami kehendaki’ menurut anggapan mereka. ’’ (Qs. Al An’aam (6): 138)
Allah juga berfirman, “Mereka mengatakan, ‘Apa yang ada di dalam perut binatang ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan untuk wanita kami’. ” (Qs. Al An’aam (6): 139)
Allah juga berfirman, “(Yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. ” (Qs. Al An’aam (6): 143)
Dalam ayat-ayat tersebut Allah membantah mereka yang telah mengada-ada (membuat syariat sendiri), dengan memberitahukan kepada mereka bahwa binatang-binatang yang telah mereka haramkan sebenarnya tidak haram dimakan.
Allah berfirman, “Dihalalkan bagi kalian (seluruh) binatang temak kecuali apa yang akan dibacakan (diberitahukan) kepada kalian ini. ” (Qs. Al Hajj (22): 30) Yang dimaksud di sini adalah bangkai, wallahu allam.