Perkataan yang Dimakruhkan dalam berkhutbah

Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari ‘Adi bin Hatim, ia berkata: Seorang laki-laki berkhutbah pada zaman Rasulullah SAW, ia berkata, “Barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia telah mendapat petunjuk; dan barangsiapa mendurhakai keduanya, maka sungguh ia telah tersesat.” Lalu Nabi SAW berkata kepadanya.

“Diam, sesungguhnya seburuk-buruk khatib adalah engkau. ” Lalu Nabi bersabda, “Barangsiapa menaati Allah dan Rasulnya, maka sungguh ia telah mendapat petunjuk; dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia telah sesat. Janganlah kamu mengatakan: ‘wa manya shihimaa’ (Barangsiapa yang mendurhakai keduanya). ”

Imam Syafi’i berkata: Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa seorang khatib boleh mengatakan dalam khutbahnya “Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia telah tersesat”, karena ia telah memisahkan nama Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa mengatakan waman ya’shihimaa (barangsiapa yang mendurhakai keduanya) tanpa memisahkan nama Allah dan Rasul-Nya, maka saya memandangnya sebagai perkataan yang makruh dalam khutbah. Imam Syafi’i berkata: Saya menyukai agar imam mempersingkat khutbahnya dengan memuji Allah, bershalawat kepada Nabi SAW, berwasiat kepada ketakwaan, serta membaca ayat Al Qur’an, ia tidak mengurangi dari hal ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *