Allah Ta’ala berfirman:
“Maka jikalau orang-orang itu bertaubat dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat, maka bebaskanlah jalannya yakni merdekakanlah menurut kemauan hatinya.” (at-Taubah: 5) Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Saya diperintah untuk memerangi semua manusia, sehingga mereka suka menyaksikan bahawa tiada Tuhan kecuali Allah dan bahawasanya Muhammad adalah pesuruh Allah dan mendirikan shalat serta menunaikah zakat. Maka jikalau mereka telah melakukan yang sedemikian itu, terpeliharalah daripadaku darah serta harta benda mereka, melainkan dengan haknya Islam, sedang hisab perhitungan amal mereka adalah terserah kepada Allah Ta’ala. (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Abdillah iaitu Thariq bin as-Syam r.a., katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Barangsiapa yang mengucapkan La ilaha illallah dan kafir mengingkari dengan sesuatu yang disembah selain daripada Allah, maka haramlah harta benda serta darahnya, sedang hisabnya adalah terserah kepada Allah.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Ma’bad yaitu al-Miqdad bin al-Aswad r.a., katanya: “Saya berkata kepada Rasulullah s.a.w.: “Bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau saya bertemu seseorang dari golongan kaum kafir, kemudian kita berperang, lalu ia memukul salah satu dari kedua tanganku dengan pedang dan terus memutuskannya. Selanjutnya ia bersembunyi daripadaku di balik sebuah pohon, lalu ia mengucapkan: “Saya masuk Agama Islam karena Allah,” apakah orang yang sedemikian itu boleh saya bunuh, ya Rasulullah sesudah ia mengucapkan kata-kata seperti tadi itu?” Beliau s.a.w. menjawab: “Jangan engkau membunuhnya.” Saya berkata lagi: “Ia sudah memutuskan salah satu tangan saya, kemudian mengucapkan sebagaimana di atas itu setelah memutuskannya.” Rasulullah s.a.w. bersabda lagi: “Jangan engkau membunuhnya, kerana jikalau engkau membunuhnya, maka ia adalah menempati tempatmu sebelum engkau membunuhnya dan sesungguhnya engkau adalah di tempatnya sebelum ia mengucapkan kata-kata yang diucapkannya itu.” (Muttafaq ‘alaih)
Maknanya innahu bimanzilatika: sesungguhnya ia di tempatmu ialah bahawa orang itu harus dipelihara darahnya sebab telah dihukumi sebagai orang Islam. Adapun maknanya innaka biman zilatihi: sesungguhnya engkau di tempatnya ialah bahawa halal darahnya dengan qishash untuk para ahli warisnya, bukan kerana ia dalam kedudukannya sebagai orang kafir. Wallahu a’lam.‘
Dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seseorang lelaki dari golongan mereka musuh. Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya tidak menyakiti sama sekali, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya.
Setelah kita datang di Madinah, peristiwa itu sampai kepada Nabi s.a.w., kemudian beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Saya berkata: “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat, sedang hatinya tidak meyakinkan itu.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu sentiasa diulang-ulangi oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahawa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja, supaya tidak ada dosa dalam diriku.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, hanyasanya ia mengucapkan itu semata-mata kerana takut senjata.” Beliau s.a.w. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu kerana takut senjata ataukah tidak yakni dengan keikhlasan.” Beliau s.a.w. mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa saya masuk Islam mulai hari itu saja.
Dari Jundub bin Abdullah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan sepasukan dari kaum Muslimin kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahawa mereka itu telah bertemu – berhadap-hadapan. Kemudian ada seseorang lelaki dari kaum musyrikin jikalau menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu ditujulah tempatnya lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin menuju orang itu di waktu lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahawa orang itu adalah Usamah bin Zaid. Setelah orang Islam itu mengangkat pedangnya, tiba-tiba orang musyrik tadi mengucapkan: “La ilaha illallah.” Tetapi ia terus dibunuh olehnya. Selanjutnya datanglah seorang pembawa berita gembira kepada Rasulullah s.a.w.
memberitahukan kemenangan, beliau s.a.w. bertanya kepadanya perihal jalannya peperangan dan orang itu memberitahukannya, sehingga akhirnya orang itu memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di atas, apa-apa yang dilakukan olehnya. Orang itu dipanggil oleh beliau s.a.w. dan menanyakan padanya, lalu sabdanya: “Mengapa engkau membunuh orang itu?” Orang tadi menjawab: “Ya Rasulullah, orang itu telah banyak menyakiti di kalangan kaum Muslimin dan telah membunuh si Fulan dan si Fulan.” Orang itu menyebutkan nama beberapa orang yang dibunuhnya. Ia melanjutkan: “Saya menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang, ia mengucapkan: “La ilaha illallah.” Rasulullah s.a.w. bertanya: “Apakah ia sampai kau bunuh?” Ia menjawab: “Ya.” Kemudian beliau bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, mohonkanlah pengampunan kepada Allah untukku.” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Beliau s.a.w. tidak menambahkan sabdanya lebih dari kata-kata: “Bagaimanakah yang hendak kauperbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” (Riwayat Muslim)
Dari Abdullah bin Utbah bin Mas’ud, katanya: “Saya mendengar Umar bin Alkhaththab r.a. bersabda: “Sesungguhnya sekalian manusia itu dahulu diterapi dengan hukum sesuai dengan adanya wahyu yakni di zaman Rasulullah a.w., dan sesungguhnya wahyu itu kini telah terputus tidak datang lagi, sebab Nabi s.a.w. telah wafat. Maka hanyasanya kami Umar r.a. menuntut engkau semua dengan dasar apa yang tampak pada kami iaitu mengenai perbuatan-perbuatan yang engkau semua lakukan. Jadi barangsiapa yang menampakkan perbuatan baik pada kami, maka kami berikan keamanan dan kami dekatkan kedudukannya pada kami, sedang urusan apa yang dalam hatinya tidak sedikitpun kami persoalkan, kerana Allah akan menghisabnya dalam hal isi hatinya itu. Tetapi barangsiapa yang menampakkan kelakuan buruk pada kami, maka kami tidak akan memberikan keamanan padanya dan tidak akan percaya ucapannya, sekalipun ia mengatakan bahawasanya niat hatinya adalah baik.” (Riwayat Bukhari)