Imam Syafi’i dikenal sebagai salah satu imam mujtahid yang sangat hati-hati dalam menetapkan hukum, terutama terkait persoalan pernikahan yang menyangkut kehormatan dan keturunan. Dalam pandangannya, ada perbedaan mendasar antara status wanita merdeka Ahli Kitab dan budak wanita Ahli Kitab. Jika Al-Qur’an memberi keringanan menikahi wanita merdeka dari kalangan Ahli Kitab, maka hal ini tidak otomatis berlaku untuk budak wanita Ahli Kitab.
Imam Syafi’i berkata:
قال الإمام الشافعي: أحلَّ اللهُ سبحانه وتعالى النساءَ المؤمنات إلا ما ملكت أيمانُ المؤمنين، وأحلّ وطأهنّ لمن نكحهنّ، ولم يجد صداقَ الحرائر، وخاف الزنا بترك نكاحهنّ. فنرى أنّه لا يحل نكاحُ الأمة المسلمة قبل أن تُوطأ بنكاح. فشرطان اثنان اشترطهما الله. قال الله تعالى:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ (البقرة: 221)
فذكر الله التحريم مطلقًا.
وقال الله: وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ (المائدة: 5).
والمراد بهنّ الحرائر من نساء أهل الكتاب. ولسن الإماء. فنقول: لا يحل نكاح الإماء الكتابيات، كما لا يحل نكاح المشركات غير الكتابيات.
Dari perkataan Imam Syafi’i tersebut dapat dipahami beberapa poin penting:
-
Hukum asal pernikahan adalah dengan wanita merdeka.
Allah menghalalkan wanita mukminah yang merdeka untuk dinikahi, serta memberi keringanan menikahi wanita merdeka dari Ahli Kitab. -
Larangan menikahi wanita musyrik berlaku umum.
Ayat Al-Baqarah: 221 melarang secara mutlak menikahi wanita musyrik sebelum beriman. Ini termasuk budak wanita musyrik. -
Keringanan menikahi wanita Ahli Kitab hanya berlaku untuk wanita merdeka.
Ayat Al-Maa’idah: 5 membolehkan menikahi wanita Ahli Kitab, namun Imam Syafi’i menekankan bahwa yang dimaksud adalah wanita merdeka, bukan budak. -
Budak wanita Ahli Kitab tidak halal dinikahi.
Sebab status mereka tetap mengikuti hukum larangan, sebagaimana wanita musyrik non-Ahli Kitab yang juga tidak halal dinikahi.
Dalil
-
QS. Al-Baqarah (2): 221
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman.”Ayat ini menjadi dasar larangan mutlak menikahi wanita musyrik, baik merdeka maupun budak.
-
QS. Al-Maa’idah (5): 5
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
“Dan (dihalalkan) menikahi wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan dari kalangan orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu.”Imam Syafi’i memahami kata المحصنات dalam ayat ini sebagai “wanita merdeka yang menjaga kehormatan”, bukan budak.
Kesimpulan
Menurut Imam Syafi’i, pernikahan dengan budak wanita Ahli Kitab tidak diperbolehkan. Kebolehan yang Allah berikan dalam Al-Maa’idah: 5 hanya berlaku untuk wanita merdeka dari Ahli Kitab, bukan budak. Dengan demikian, hukum budak wanita Ahli Kitab sama dengan wanita musyrik non-Ahli Kitab, yakni haram dinikahi.
Ditulis oleh:
KH. Ahmad Ghozali Fadli, M.Pd.I
Pengasuh Pesantren Alam Bumi Al Qur’an, Wonosalam, Jombang

