Imam Syafi’i berkata: Saya menyukai agar imam berdiri saat shalat Gerhana Matahari, lalu bertakbir kemudian membaca doa Iftitah, sebagaimana ia membaca doa Iftitah pada shalat fardhu. Kemudian setelah doa Iftitah pada rakaat pertama, ia membaca surah Al Baqarah apabila ia mengafalnya. Namun apabila ia tidak menghafalnya, ia boleh membaca surah lain yang panjangnya seperti surah Al Baqarah. Kemudian ia ruku dan memanjangkan rukunya, ia menjadikan rukunya seperti kadar seratus ayat dari surah Al Baqarah.
Kemudian ia mengangkat kepala dan membaca, sami’alllahu liman hamidah, rabbana walakal hamdu. Kemudian ia membaca Ummul Qur’ an dan (membaca) surah sekitar dua ratus ayat dari surah Al Baqarah. Kemudian ia ruku yang lamanya adalah seperti dua pertiga dari ruku pertama, lalu ia mengangkat kepala dan sujud. Kemudian ia berdiri pada rakaat kedua, lalu membaca Ummul Qur’an yang lamanya seperti membaca seratus lima puluh ayat dari surah Al Baqarah.
Kemudian ia ruku dan membaca tujuh puluh ayat dari surah Al Baqarah. Kemudian ia mengangkat kepala, lalu membaca Ummul Qur’an dan membaca sekitar seratus ayat dari surah Al Baqarah. Kemudian ia ruku yang lamanya seperti membaca lima puluh ayat dari surah Al Baqarah, kemudian ia mengangkat kepala dan sujud.
Imam Syafi’i berkata: Apabila ia melewati semua ini pada sebagiannya dan memendekkan pada sebagian yang lain, atau ia lebih memanjangkan dan memendekkan semuanya, dan apabila ia membaca Ummul Qur’ an pada permulaan rakaat dan ketika mengangkat kepalanya dari ruku sebelum ruku kedua, maka hal itu telah mencukupi.
Imam Syafi’i berkata: Apabila ia meninggalkan membaca Ummul Qur’an pada setiap rakaat dari shalat Gerhana Matahari, maka rakaat itu tidak terhitung, ia harus mengerjakan rakaat yang lain dan melaksanakan sujud Sahwi. Sebagaimana apabila ia meninggalkan membaca Ummul Qur’an pada shalat fardhu, maka rakaat itu tidak terhitung baginya