Imajinasi Manusia Tentang Al- Khidir as.

Pertanyaan:

Siapakah  Al-Khidir  itu? Apakah  ia   seorang   Nabi   atau wali? Apakah  ia hidup sampai saat ini sebagaimana dikatakan oleh banyak orang? Sebagian  orang-orang  yang  saleh  telah melihat  dan berjumpa dengannya. Apabila masih hidup, dimana ia  tinggal?  Mengapa  beliau   tidak   muncul   dan   tidak mengajarkan  ilmunya  kepada orang-orang, khususnya di zaman sekarang? Saya harapkan mendapat penjelasan yang memuaskan.

Jawab:

Al-Khidir adalah hamba yang saleh dan disebutkan oleh  Allah Ta’ala  dalam  Surat  Al-Kahfi, yaitu sebagai teman sayidina Musa as. Dimana Nabi Musa as. belajar kepadanya.

Al-Khidir mensyaratkan kepadanya agar  bersabar.  Maka  Musa menyanggupinya.  Al-Khidir  berkata,  “Bagaimana  kamu dapat bersabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai  pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Al-Khidir tetap menyertai Musa. Ia adalah seorang hamba yang diberi rahmat  oleh  Allah  dan ilmu  dari  sisi-Nya.  Musa  terus  berjalan  bersamanya dan melihat Al-Khidir telah melobangi perahu. Maka Musa berkata, “Apakah engkau melubanginya supaya penumpangnya tenggelam?”

Cerita selanjutnya telah disebutkan dalam Surat Al-Kahfi.

Musa   merasa  heran  atas  perbuatannya,  hingga  Al-Khidir menerangkan  kepadanya  sebab-musabab  dari  perbuatan  yang dilakukan itu. Pada akhir pembicaraannya, Al-Khidir berkata, “Bukanlah  aku  melakukan  itu  menurut  kemauanku  sendiri. Demikian itu adalah penjelasan dari perbuatan-perbuatan yang kamu  tidak  dapat  bersabar  atasnya.”   Maksudnya,   semua perbuatan itu hanyalah karena kemauan Allah Ta’ala.

Sebagian orang berkata tentang Al-Khidir:

Ia  hidup sesudah Musa hingga zaman Isa, kemudian zaman Nabi Muhammad saw, ia sekarang masih hidup, dan akan hidup hingga Kiamat.   Ditulis  orang  kisah-kisah,  riwayat-riwayat  dan dongeng-dongeng  bahwa  Al-Khidir  menjumpai  si  Fulan  dan memakaikan  kirqah  (pakaian)  kepada  si  Fulan dan memberi pesan kepada si Fulan.

Sama  sekali  tidak  adil  pendapat  yang  mengatakan  bahwa Al-Khidir masih hidup – sebagaimana anggapan sementara orang – tetapi sebaliknya, ada dalil-dalil dari Al-Qur’an, Sunnah, akal  dan  ijma,  diantara  para  ulama dari ummat ini bahwa Al-Khidir sudah tiada.

Saya anggap cukup  dengan  mengutip  keterangan  dari  kitab Al-Manaarul     Muniif    fil-Haditsish-Shahih   wadl-Dla’if karangan Ibnul Qayyim.

Ibnul  Qayyim  rahimahullah  menyebutkan  dalam  kitab   itu ciri-ciri  dari  hadis  maudlu,  yang  tidak  diterima dalam agama. Diantara cirinya ialah “hadis-hadis yang menceritakan tentang  Al-Khidir dan kehidupannya.” Semuanya adalah dusta. Tidak satu pun hadis yang shahih.

Di antara hadis maudlu, itu ialah hadis yang berbunyi:

“Bahwa Rasulullah saw. sedang berada di masjid,  ketika  itu beliau mendengar pembicaraan dari arah belakangnya. Kemudian beliau melihat, ternyata ia adalah Al-Khidir.”

Juga hadis, “Al-Khidir dan Ilyas berjumpa setiap tahun.” Dan hadis, “Jibril, Mikail dan Al-Khidir bertemu di Arafah.”

Ibrahim Al-Harbi ditanya tentang umur Al-Khidir yang panjang dan bahwa ia masih hidup. Maka beliau menjawab “Tidaklah ada yang   memasukkan  paham  ini  kepada  orang-orang,  kecuali setan.”

Imam Bukhari ditanya tentang  Al-Khidir  dan  Ilyas,  apakah keduanya  masih  hidup? Maka beliau menjawab, “Bagaimana hal itu terjadi?” Nabi saw. telah bersabda,
“Tidaklah akan hidup sampai  seratus  tahun  lagi bagi orang-orang yang berada di muka bumi ini.” (H.r. Bukhari-Muslim) .

Banyak imam lainnya yang ketika  ditanya  tentang  hal  itu, maka  mereka  menjawab  dengan menggunakan Al-Qur’an sebagai dalil:

“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia  pun sebelum  kamu  (Muhammad), maka jika kamu mati apakah mereka akan kekal?” (Q.s. Al-Anbiyaa’: 34).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  rahimahullah  ditanya  tentang hal itu, maka ia menjawab, “Andaikata Al-Khidir masih hidup, tentulah  ia  wajib  mendatangi  Nabi  saw.   dan   berjihad bersamanya, serta belajar darinya.” Nabi saw. telah bersabda ketika perang Badar, “Ya Allah,  jika  pasukan  ini  binasa, niscaya Engkau tidak disembah di bumi.”

Pada  waktu  itu  mereka  berjumlah 313 orang laki-laki yang dikenal dengan nama-nama mereka, nama-nama dari  bapak-bapak mereka dan suku-suku mereka. Maka, di manakah Al-Khidir pada waktu itu?

Al-Qur’an dan Sunnah serta pembicaraan para  peneliti  ummat menyangkal masih adanya kehidupan Al-Khidir seperti anggapan mereka. Sebagaimana firman Allah swt. di atas.

Jika Al-Khidir itu manusia, maka ia tidak akan kekal, karena hal  itu  ditolak  Al-Qur’anul  Karim  dan Sunnah yang suci. Seandainya ia masih hidup, tentulah ia  datang  kepada  Nabi saw.  Nabi  saw. telah bersabda, “Demi Allah, andaikata Musa masih hidup, tentu ia akan mengikuti aku.” (H.r. Ahmad, dari Jabir bin Abdullah) .

Jika  Al-Khidir  seorang  Nabi,  maka  ia  tidak lebih utama daripada Musa as, dan jika seorang wali, tidaklah  ia  lebih utama daripada Abu Bakar r.a.

Apakah hikmahnya sehingga ia hidup hingga kini  sebagaimana anggapan  orang-orang    di   padang   luas,   gurun   dan gunung-gunung?  Apakah  faedahnya syar’iyah maupun akliah di balik  ini?   Sesungguhnya   orang-orang   selalu   menyukai cerita-ccrita  ajaib  dan  dongeng-dongeng fantastis. Mereka menggambarkannya menurut keinginan mereka,  sedangkan  hasil dari  imajinasinya,  mereka  gunakan sebagai baju keagamaan. Cerita ini  disebarkan  diantara  sebagian  orang  awam  dan mereka menganggapnya berasal dari agama mereka, padahal sama sekali bukan dari agama.  Hikayat-hikayat  yang  diceritakan tentang   Al-Khidir  hanyalah  rekayasa  manusia  dan  tidak diturunkan oleh Allah hujjah untuk itu.

Adapun mengenai pertanyaan:  Apakah  ia  seorang  Nabi  atau wali?

Para ulama berbeda pendapat mengenai hal itu. Tampaknya yang lebih  tepat  Al-Khidir  adalah  seorang  Nabi,  sebagaimana tercantum pada ayat yang mulia dari Surat Al-Kahfi, “… dan bukanlah aku melakukannya  menurut  kemauanku  sendiri  …” (Q.s. Al-Kahfi: 82).

Perkataan   itu   adalah   dalil   bahwa  ia  melakukan  itu berdasarkan  perintah  Allah  dan  wahyu-Nya,   bukan   dari dirinya. Lebih tepatnya dia adalah seorang Nabi bukan wali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *