Imam Syafi’i berkata: Allah Subhanahu wa Ta ’ala berfirman, “Dan janganlah kamu menghampiri masjid sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja hingga kamu mandi. ’’ (Qs. An- Nisaa'(4): 43)
Allah Subhanahu wa Ta ’ala mewajibkan mandi secara mutlak, dan Dia tidak menyebutkan apa yang mesti didahulukan saat mandi sebelum yang lainnya (yakni Allah SWT tidak menyebutkan urutan-urutan yang harus dilakukan saat mandi -peneij.) Apabila seseorang mandi, niscaya hal itu sudah cukup baginya dan Allah Subhanahu wa Ta ’ala lebih mengetahui bagaimana cara orang itu mandi. Dan, tidak ada waktu khusus untuk mandi.
Imam Syafi’i berkata: Telah diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Dzar, “Apabila engkau memperoleh air, maka basuhkanlah air itu ke kulitmu”
Abu Dzar tidak menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyifatkan kadar air itu kepadanya selain dengan mengusap atau membasuh kulit, namun cara terbaik irntuk mandi janabah adalah seperti apa yang telah dikisahkan oleh Aisyah radhiyalla.hu ‘anha.
Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari Aisyah radhiyalla.hu ‘anha.
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mandi karena janabah, maka beliau membasuh kedua tangannya lalu berwudhu seperti berwudhu untuk melaksanakan shalat. Kemudian beliau memasukkan jari-jemari tangannya ke dalam air, lalu menyela-nyela pangkal rambutnya dengan jari-jemarinya itu. Kemudian beliau menuangkan ke atas kepalanya tiga timba air dengan kedua tangannya, lalu beliau meratakan air ke seluruh kulitnya. ”
Imam Syafi’i berkata: Apabila seorang wanita mempunyai rambut yang terikat (disanggul), maka ia tidak harus membuka sanggulnya itu ketika mandi karena janabah atau haid tanpa ada perbedaan antara keduanya.
Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengatakan bahwa aku adalah wanita yang memiliki sanggul rambut yang sangat besar, apakah aku harus membukanya ketika mandi janabah?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
‘‘Tidak, sesungguhnya telah mencukupi bagimu dengan menyiram ke atas sanggul itu tiga timba air, kemudian engkau ratakan air itu pada tubuhmu sehingga engkau suci. ”
Dalam hadits yang lain beliau bersabda, “Jika demikian, engkau telah suci. ”
Apabila ia gundul, maka cara mandinya sama seperti di atas. Demikian juga halnya apabila ada seorang laki-laki yang mengikat sanggul rambut kepalanya atau mengepangnya, maka ia tidak perlu membukanya, namun ia harus mengalirkan air ke pangkal rambutnya.
Imam Syafi’i berkata: Apabila rambutnya lebat lalu ia menyiram air sebanyak tiga timba, namun ia mengetahui bahwa air itu belum merata ke seluruh pangkal rambutnya meski seluruh rambutnya telah basah, maka hendaklah ia menyiram rambutnya kembali dan memasukkan air ke pangkal rambutnya sampai ia yakin bahwa air itu telah sampai ke rambut dan kulit kepalanya.
Apabila ia telah mencukur rambutnya (kepalanya botak) dan ia mengetahui bahwa air itu telah sampai ke rambut dan kulit kepalanya dengan satu timba saja, niscaya hal itu telah memadai. Namun saya lebih menyukai dengan tiga timba. Hanya saja Nabi memerintahkan kepada Ummu Salamah untuk menyiram dengan tiga timba karena sanggul rambutnya. Adapun saya berpendapat bahwa hal itu adalah batas minimal untuk mengalirkan air ke kulit rambut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki rambut yang melewati daun telinga, beliau membasuh kepalanya dengan tiga basuhan. Begitu juga dalam hal berwudhu, beliau SAW lebih sering melakukannya tiga kali dalam hidup beliau. Akan tetapi menyiram satu kali bila telah merata dianggap telah mencukupi, baik ketika mandi atau wudhu, sebab dengan menyiram satu kali telah bisa dinamakan mandi atau wudhu, selama diketahui bahwaair telah mengenai rambut dan kulit.