Inspirasi Masjid Nabawi

Di zaman Rasulullah saw, masjid memiliki beragam fungsi, sehingga amalan mewakafkan masjid merupakan amalan yang besar pahalanya. Bahkan, Allah pun menjanjikan rumah di surga bagi para pembangunnya. “Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga.” (HR. Bukhari Muslim).

Diawal hijrah Rasulullah ke Madinah, beliau berhenti di suatu lapang untuk menunaikan sholat. Ternyata, tanah tersebut tempat penjemuran kurma milik Suhail dan Sahal, dua anak yatim dari Bani Najjar yang berada dalam pemeliharaan As’ad bin Zurarah. Rasulullah pun memanggil keduanya dan menawar tanah tersebut untuk dijadikan masjid

Namun, keduanya berkata: “Justru kami ingin memberikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.” Namun, Rasulullah tidak menerima pemberian itu, dan membelinya seharga 800 dirham dan kemudian diwakafkan kepada ummat untuk dibangun masjid. Di atas tanah inilah, Masjid Nabawi dibangun dalam waktu dua belas hari.

Jangan bayangkan megahnya Masjid Nabawi saat ini, waktu itu panjang masjid hanya 70 hasta dan lebarnya 60 hasta atau sekitar 35 meter kali 30 meter. Kala itu Masjid Nabawi sangat sederhana, lantai masjid berupa tanah yang berbatu, atapnya pelepah kurma, dan terdapat tiga pintu.

Meski sederhana, namun fungsinya luar biasa. Terbukti masjid Nabawi saat itu bukan hanya sebagai tempat sholat saja, namun sebagai tempat pendidikan, tempat pemberian bantuan sosial, halamannya digunakan latihan militer dan persiapan perang, tempat pengobatan korban perang, menyelesaikan persengketaan, menerima utusan delegasi dan tamu, tempat pertemuan dan musyawarah, serta sebagai pusat kegiatan ekonomi keummatan.

Yang paling menarik, di masjid inilah banyak para sahabat yang tinggal. Ada sekitar 70-an sahabat, yang terkenal dengan sebutan Ashabus Suffah, diantaranya Abu Hurairah. Jarak rumah Rasulullah yang hanya beberapa langkah kaki saja ke masjid, membuat Ashabus Suffah paham betul tingkah laku Rasulullah yang merupakan teladan mereka. Jika wahyu turun, bersegeralah mereka berkumpul, seperti prajurit yang siap perang. Siap menerima perintah atau meninggalkan larangan.

Model seperti inilah yang menjadi contoh kami, Bumi Al-Qur’an. Proses awalnya hampir sama. Dana awal pembelian menggunakan harta warisan almarhum abah yang dari warisan kakek, sebesar 60 juta. Sisanya diangsur dari wakaf ummat, hingga 10 bulan. Dan yang pertama mengunjungi serta mendoakan adalah 14 anak yatim, yang setelah itu kami ajak keliling untuk menikmati indahnya pemandangan Wonosalam, Jombang.

Sebelum bangunan awal berupa Griya Usmany selesai, sudah digunakan untuk silaturrahim dan pemberian bantuan sosial berupa sembako dan pakaian layak bagi masyarakat sekitar. Dan kegiatan ini pun akhirnya dapat istiqamah dilakukan setiap Ahad Wage. Memang bukan masjid yang kami bangun, karena saat ini masjid identin “hanya” untuk sholat jamaah dan sholat Jum’at saja. Maka dibangunlah Griya Usmany berukuran 10×10 meter yang dana awalnya dari wakaf keluarga H. Usman. Lantai satu digunakan untuk kegiatan Tahfidz dan asrama santri sementara dan menjamu para tamu dan ulama yang berkunjung. Lantai duanya digunakan sebagai tempat sholat jamaah, aula dan balai pertemuan.

Hanya dengan bangunan inilah, tiap bulannya rutin digelar musyawarah antar tokoh keagamaan se Wonosalam untuk membicarakan permasalahan ummat, pembinaan masyarakat dan muallaf, pemberian bantuan sosial, pelatihan pemuda dan keamanan wilayah, serta pendidikan kader Da’i al Qur’an se-Indonesia.

Selain santri mukim, tiap harinya digunakan untuk Tahfidzul Qur’an bagi masyarakat sekitar serta utusan TPQ dan tiap minggunya, pesantren didatangi oleh beragam kalangan, mulai dari mahasiswa, siswa sekolah menengah, hingga orang dewasa yang ingin belajar al Qur’an. Baik cara membacanya, memahaminya, menghafalkannya, mempraktekkannya, hingga cara menyampaikannya. Seluruhnya menghabiskan waktu yang variatif, ada yang hanya beberapa jam, harian, bahkan 1 bulan penuh. Jumlahnya pun variatif, jika hitungan jari, sudah ada tempat akomodasinya, namun jika puluhan atau ratusan, harus rela di tenda-tenda darurat.

Kata-kata motivasi pun kami berikan, jika Rasulullah berkata: “Barang siapa bersabar atas panas dan dinginnya Madinah, maka baginya surga.” Kami pun berkata, “Barang siapa bersabar atas dinginnya Bumi Al-Qur’an, baginya kenikmatan mempelajari Al-Qur’an.”

Pembangunan Pesantren Alam Bumi Al-Qur’an

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *