Botol Khamer dan Tempat Menyimpannya

Masalah yang sering muncul dalam fiqh jihad dan ghanîmah (harta rampasan perang) adalah terkait barang-barang haram yang ditemukan di negeri musuh, terutama khamer. Imam al-Syafi’i memberikan pandangan yang jelas dalam hal ini: bagaimana sikap kaum muslimin terhadap khamer dan peralatan yang berhubungan dengannya.

Kutipan Arab dan Terjemahan

Imam al-Syafi’i berkata:

“وَإِذَا غَلَبَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى دَارِ الْحَرْبِ، حَتَّى تَصِيرَ دَارَ إِسْلَامٍ أَوْ دَارَ ذِمَّةٍ يُجْرَى فِيهَا حُكْمُ الْإِسْلَامِ، ثُمَّ وَجَدَ الْمُسْلِمُونَ فِيهَا خَمْرًا فِي وِعَائِهِ أَوْ فِي قِنَانِيهِ، أَمَرْتُهُمْ بِإِرَاقَتِهِ، وَلَهُمْ أَنْ يَنْتَفِعُوا بِالْقِنَانِ وَالْوِعَاءِ بَعْدَ أَنْ يَغْسِلُوهُ.”

Artinya:
“Apabila kaum muslimin menang atas darul harb, hingga negeri itu menjadi negeri Islam atau negeri dzimmi yang diberlakukan hukum Islam di dalamnya, lalu kaum muslimin mendapatkan khamer dalam wadah penyimpanan atau dalam botol, maka aku memerintahkan agar mereka menumpahkan khamer itu, dan mereka boleh mengambil manfaat dari botol serta tempat penyimpanan setelah mereka mencucinya.”

Analisis

Dari pernyataan Imam al-Syafi’i ini, dapat diambil beberapa poin hukum:

  1. Khamer adalah barang najis dan tidak memiliki nilai harta dalam Islam.
    Oleh karena itu, ketika kaum muslimin menaklukkan suatu wilayah, khamer yang ditemukan tidak boleh dijadikan sebagai harta rampasan, tetapi wajib dimusnahkan.

  2. Wadah dan botol yang digunakan untuk menyimpan khamer tetap bernilai.
    Selama dibersihkan dari najis, maka wadah tersebut halal dimanfaatkan, baik untuk penyimpanan maupun kebutuhan lainnya.

  3. Perbedaan perlakuan terhadap barang halal dan haram.
    Harta rampasan perang hanya berlaku untuk sesuatu yang halal. Adapun yang haram—seperti khamer—tidak boleh dimanfaatkan sebagai harta, tetapi peralatan yang menyertainya boleh dimanfaatkan setelah disucikan.

  4. Konsekuensi penerapan hukum Islam di wilayah taklukan.
    Ketika suatu negeri menjadi wilayah Islam atau negeri dzimmi, maka hukum syariat sepenuhnya berlaku di dalamnya, termasuk dalam perlakuan terhadap barang-barang haram.

Dalil

Pandangan Imam al-Syafi’i ini sejalan dengan dalil-dalil syar’i:

  1. Al-Qur’an melarang khamer secara tegas:

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
(QS. Al-Mā’idah: 90)

Artinya: “Sesungguhnya khamer, judi, berhala, dan undian adalah najis termasuk perbuatan setan, maka jauhilah ia.”

  1. Hadis Nabi SAW:

إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Darimi)

Artinya: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu atas suatu kaum, maka Ia juga mengharamkan harga dari sesuatu itu.”

Hadis ini menunjukkan bahwa khamer tidak boleh diperdagangkan atau dijadikan harta rampasan, karena tidak memiliki nilai dalam syariat.

Kesimpulan

Dari pandangan Imam al-Syafi’i dapat disimpulkan bahwa:

  • Khamer yang ditemukan di negeri musuh setelah penaklukan wajib dimusnahkan.

  • Wadah atau botol penyimpanannya boleh dimanfaatkan setelah disucikan.

  • Prinsip utama dalam hukum Islam adalah bahwa barang haram tidak memiliki nilai harta, tetapi sarana yang halal dapat dimanfaatkan.

  • Penerapan hukum Islam atas negeri yang ditaklukkan harus berlaku secara menyeluruh, termasuk dalam urusan harta dan barang haram.

    Ditulis oleh:
    KH. Ahmad Ghozali Fadli, M.Pd.I
    Pengasuh Pesantren Alam Bumi Al Qur’an, Wonosalam, Jombang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *