Thufeil bin Amr al-Dausi lahir dari keluarga terhormat di Daus, dikenal dengan bakat besar sebagai penyair. Keahliannya dalam berpuisi membuat namanya terkenal di seluruh kalangan suku, dan di musim Ukadh, tempat berkumpulnya penyair-penyair Arab, ia selalu mengambil tempat terdepan. Namun, meskipun ia begitu dihormati, Thufeil belum pernah bertemu dengan Rasulullah SAW, yang saat itu mulai menyebarkan dakwah Islam.
Orang-orang Quraisy yang khawatir Thufeil akan tertarik kepada Islam berusaha menghalanginya dengan berbagai cara. Mereka menakut-nakuti Thufeil, mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang penyihir yang dapat merusak hubungan keluarga. Meskipun begitu, Thufeil memutuskan untuk mendekati Rasulullah dengan niat mencari tahu lebih banyak tentang dakwahnya.
Saat berada di Mekah, Thufeil menemui Rasulullah yang sedang shalat di dekat Ka’bah. Meskipun awalnya menutup telinga agar tidak mendengar ajaran yang dikhawatirkan akan mempengaruhi dirinya, Thufeil akhirnya mendengar beberapa ayat dari Al-Qur’an yang sangat mempengaruhinya. Ia merasa bahwa apa yang didengar adalah kebenaran yang jauh lebih mulia daripada yang ia dengar dari orang-orang Quraisy.
Thufeil kemudian berkata kepada dirinya sendiri, “Wahai malangnya ibuku kehilangan daku! Demi Allah, aku ini seorang yang pandai dan jadi penyair, dan mampu membedakan mana yang baik dari yang buruk! Maka apa salahnya jika aku mendengarkan apa yang diucapkan oleh laki-laki itu? Jika yang dikemukakannya itu barang baik, dapatlah kuterima, dan seandainya jelek, dapat pula kutinggalkan.”
Merasa tertarik, Thufeil akhirnya menemui Rasulullah dan memeluk Islam. Ia segera menyatakan keinginannya untuk membawa kaumnya masuk Islam, dan meminta Rasulullah berdoa agar diberi tanda sebagai bukti bagi mereka. Rasulullah pun mendoakan Thufeil, “Ya Allah, tunjukilah orang-orang Daus.”
Setelah kembali ke kampung halamannya, Thufeil menyebarkan ajaran Islam dengan penuh semangat. Meskipun kaumnya menolak dan bahkan memusuhinya, hanya satu orang yang mengikuti seruannya, yaitu Abu Aurairah. Akhirnya, setelah kesabaran Thufeil diuji, ia kembali menemui Rasulullah di Mekah, mengadu mengenai kegagalannya menyebarkan Islam di Daus.
Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berdoa, “Ya Allah, tunjukilah orang-orang Daus, dan bawalah mereka ke sini dalam keadaan memeluk Islam.” Doa ini menggetarkan hati Thufeil, dan ia kembali ke Daus dengan semangat baru. Akhirnya, Allah memberikan hidayah kepada kaumnya, dan 80 keluarga Daus datang untuk memeluk Islam dan mengangkat bai’at di hadapan Rasulullah.
Thufeil terus berjuang di jalan Islam. Ia turut serta dalam pembebasan Mekah dan berperang bersama Rasulullah dalam berbagai peperangan, termasuk perang Riddah melawan orang-orang murtad. Dalam pertempuran Yamamah, Thufeil mengingatkan putranya untuk berperang dengan tekad bulat, bahkan jika harus mati syahid. Perasaan itu terbukti benar, karena Thufeil syahid dalam pertempuran tersebut, dan putranya juga mengikuti jejaknya, syahid beberapa waktu kemudian.
Sebelum berangkat ke medan perang, Thufeil berpesan kepada putranya: “Berperanglah mati-matian menghadapi tentara Musailamah si pembohong itu, bahkan walau akan mati syahid sekalipun.”
Kisah hidup Thufeil bin Amr al-Dausi adalah kisah tentang perubahan besar, kesabaran, dan pengorbanan. Dari seorang penyair terkemuka yang ragu terhadap Islam, ia akhirnya menjadi salah satu pejuang yang gigih dalam menyebarkan ajaran Rasulullah SAW. Keberanian, keikhlasan, dan semangat perjuangannya menginspirasi umat Islam hingga hari ini. Seperti kata-kata bijaknya, “Yang penting ialah ikhlas, kemudian biarlah terjadi apa yang akan terjadi.”
Ditulis oleh:
KH. Ahmad Ghozali Fadli, M.Pd.I
Pengasuh Pesantren Alam Bumi Al Qur’an, Wonosalam, Jombang

