Abdullah bin Amr bin Haram: Sang Syuhada yang Allah Ajak Bicara

Di lembah Aqabah, malam bersejarah itu menyimpan jejak para pemberani. Tujuh puluh lelaki Anshar mengulurkan tangan, berjanji setia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antara mereka berdiri tegap seorang bangsawan Bani Salamah, Abdullah bin Amr bin Haram, ayah dari sahabat mulia Jabir bin Abdullah.

Rasulullah saw. memilih sebagian dari mereka menjadi wakil, dan Abdullah termasuk yang terpilih. Sejak saat itu, ia pulang ke Madinah dengan dada yang penuh cahaya. Jiwa, raga, harta, bahkan keluarganya ia serahkan seluruhnya untuk Islam. Sehari Rasulullah hijrah ke Madinah, Abdullah merasa hidupnya menemukan makna. Siang dan malam, ia tak ingin berpisah dari Sang Nabi.

Bayangan Syahid di Uhud

Perang Badar ia jalani sebagai kesatria sejati. Namun di Perang Uhud, firasat aneh menyelimuti hatinya. Ia merasakan seolah ajalnya telah dekat. Dengan sukacita, ia memanggil putranya, Jabir, lalu berkata dengan suara yang bergetar namun mantap:

“Wahai anakku, ayah yakin akan gugur esok hari. Bahkan mungkin menjadi syuhada pertama di kalangan kaum Muslimin. Demi Allah, tak ada yang lebih ayah cintai melebihi Rasulullah. Aku tinggalkan hutang, lunasilah. Dan pesankan kepada saudara-saudaramu, berbuat baiklah kalian sepeninggalku…”

Keesokan paginya, langit Madinah diselimuti debu pertempuran. Quraisy datang dengan pasukan besar, hendak merobohkan kota suci itu. Pada mulanya kemenangan berada di pihak Muslimin. Namun karena kelalaian pasukan pemanah yang meninggalkan posnya, celah terbuka lebar. Musuh menyerbu dari belakang, kemenangan pun berubah menjadi kekalahan pahit.

Syahid dengan Gagah

Di tengah kekacauan itu, Abdullah bin Amr bertempur dengan gagah berani. Pedangnya menebas, langkahnya tak surut, hingga akhirnya tubuhnya rebah diliputi luka. Ia gugur syahid, tubuhnya dicincang musyrikin. Namun ruhnya terbang tinggi, menuju janji Tuhannya.

Putranya, Jabir, mencari di antara tumpukan syuhada. Dengan air mata yang deras, ia temukan jasad sang ayah, penuh luka namun harum oleh keabadian.

Sementara Jabir menangis bersama keluarganya, Rasulullah lewat. Dengan suara penuh keyakinan, beliau bersabda:

“Engkau menangisinya atau tidak, para malaikat kini menaunginya dengan sayap-sayap mereka.”

Allah Menyambut Sang Syuhada

Keimanan Abdullah bin Amr tak berhenti di bumi. Rasulullah kelak menceritakan sebuah rahasia agung kepada Jabir:

“Hai Jabir, tidak seorang pun yang Allah ajak bicara kecuali dari balik tabir. Tetapi Allah berbicara langsung kepada ayahmu.”

Allah berfirman kepada Abdullah:
“Mintalah, wahai hamba-Ku, pasti Aku beri.”

Abdullah menjawab:
“Ya Tuhanku, kembalikan aku ke dunia agar aku dapat mati syahid sekali lagi.”

Allah berfirman:
“Telah Ku-tetapkan, mereka yang telah gugur tidak akan kembali lagi.”

Maka Abdullah memohon:
“Ya Allah, sampaikanlah kepada orang-orang setelahku tentang nikmat yang Engkau berikan kepadaku…”

Lalu turunlah firman Allah:

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka, dan menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang belum menyusul mereka, bahwa tiada rasa takut atas mereka dan tidak pula mereka bersedih.”
(QS. Ali Imran: 169–170)

Dimakamkan Bersama Sahabat Tercinta

Saat keluarga hendak membawa jasad Abdullah ke Madinah, Rasulullah memerintahkan:

“Makamkanlah para syuhada di tempat mereka gugur!”

Maka Abdullah bin Amr dimakamkan di Uhud. Dan ketika liang lahat disiapkan, Rasulullah bersabda:

“Kuburkan Abdullah bin Amr bersama Amr bin al-Jarrah. Keduanya bersaudara dalam hidup, maka biarlah mereka bersaudara pula dalam mati.”

Warisan Keimanan

Abdullah bin Amr bin Haram bukan hanya seorang ayah, bukan sekadar bangsawan Anshar. Ia adalah jiwa besar yang rindu syahid, hamba yang Allah muliakan dengan percakapan langsung, syuhada yang abadi dalam firman-Nya.

Di medan Uhud, ia tidak sekadar gugur—ia naik ke pangkuan Allah dengan wajah berseri, meninggalkan pesan kepada umat: bahwa kemuliaan sejati ada pada iman, pengorbanan, dan kecintaan kepada Rasulullah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *