Imam Syafi’i berkata: Dari Aisyah,
“Bahwasanya dia mengurus anak-anak perempuan saudara laki- lakinya (keponakan-keponakan perempuan) yang yatim dalam pemeliharaannya. Anak-anak yatim tersebut mempunyai perhiasan, tapi Aisyah tidak mengeluarkan zakat dari perhiasan tersebut.”
Imam Syafi’i berkata: Harta yang wajib dizakati adalah: emas, perak, sebagian tanaman yang dihasilkan oleh bumi, barang tambang, rikaz (harta temuan) dan binatang ternak.
Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang mempunyai emas atau perak, maka cara penghitungan zakatnya tidak boleh dikonfersikan ke harta lain, tapi harus dihitung berdasarkan emas atau perak itu sendiri. Hal ini dilakukan ketika harta tersebut sudah mencapai haul. Misalnya seseorang mempunyai perak sebesar 200 Dirham yang senilai dengan 10 Dinar emas, kemudian pada suatu hari perak tersebut melonjak harganya hingga menjadi sebanding dengan 20 Dinar, atau perak tersebut merosot harganya hingga setara dengan 1 Dinar emas, maka dalam hal ini cara mengeluarkan zakatnya adalah dengan perhitungan perak (tidak terpengaruh dengan nilai yang lain). Demikian juga yang berlaku dalam emas. Apabila seseorang mempunyai 200 Dirham perak, kemudian memperdagangkannya (memutarkannya dalam bentuk usaha) hingga bertambah menjadi 300 Dirham sebelum mencapai masa haul, maka cara mengeluarkan zakatnya adalah dengan memisahkan yang 200 Dirham dengan haul sendiri dan yang 100 Dirham (tambahan yang merupakan keuntungan) dengan haul sendiri pula; keuntungan tersebut tidak boleh dicampur dengan harta pokok, karena keuntungan bukan termasuk harta pokok.
Imam Syafi’i berkata: Ada (sebagian ulama) yang mengatakan bahwa perhiasan (yang berupa emas dan perak) wajib dizakati (apabila sudah mencapai nishab). Inilah satu hal yang mana aku beristikharah (minta petunjuk kepada Allah), mana di antara kedua pendapat tersebut yang benar.
Ar-Rabi’ (murid Imam Syafi’i) berkata: Imam Syafi’i telah beristikharah (minta petunjuk) kepada Allah, lalu beliau mengatakan kepada kami bahwa perhiasan (yang berupa emas dan perak) tidak wajib dizakati. Barangsiapa berpendapat bahwa perhiasan itu dikenai zakat, maka timbangannya adalah dengan perak. Hal ini dikarenakan Rasulullah SAW telah menimbang dalam penghitungan zakat perhiasan dengan perhitungan perak. Sementara (hari ini) kaum muslimin telah menjadikan timbangan tersebut berupa atau menurut timbangan emas.
Imam Syafi’i berkata: Seorang perempuan boleh memakai perhiasan berupa emas dan perak, ia tidak usah menzakati perhiasannya tersebut. Hal ini bagi orang yang berpendapat bahwa perhiasan itu tidak wajib dizakati.
Imam Syafi’i berkata: Apabila seorang laki-laki atau perempuan menggunakan bejana emas atau perak, mereka wajib mengeluarkan zakatnya (apabila sudah mencapai nisab). Apabila bejana tersebut senilai 1000 Dirham dan apabila dij adikan perhiasan akan bemilai 2000 Dirham, maka dalam hal ini penghitungan zakatnya adalah menurut timbangan yang bersangkutan, bukan menurut harganya apabila dikonfersikan ke bentuk lain (dalam hal ini yang dihitung sebagai zakat adalah 1000 Dirham, bukan 2000 Dirham).
Imam Syafi’i berkata: Apabila perhiasan tersebut rusak (patah) kemudian ia ingin memperbaiki perhiasan tersebut atau tidak ingin mernperbaikinya, maka dalam hal ini ia tidak wajib mengeluarkan zakat. Kasus seperti ini bagi orang yang berpendapat bahwa perhiasan tidak wajib dizakati, kecuali apabila ia ingin menjadikan perhiasan yang telah rusak tersebut sebagai emas simpanan, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya.
Imam Syafi’i berkata: Apabila perhiasan tersebut dipakai, disimpan, dipinjamkan atau disewakan, maka tidak wajib dizakati. Dalam hal ini sama saja apakah perhiasan tersebut banyak dimiliki oleh perempuan tersebut, dilipatgandakan (diperdagangkan) atau tidak. Demikian juga akan dianggap sama apakah perhiasan tersebut berbentuk gelang, cincin, mahkota atau perhiasan pengantin dan lain-lain.
Imam Syafi’i berkata: Seseorang yang mewarisi suatu perhiasan atau membelinya, kemudian ia memberikannya kepada seorang perempuan dari keluarganya atau kepada pembantunya sebagai hibah atau pinj aman, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakatnya. Ini bagi orang’yang berpendapat bahwa perhiasan tidak wajib dizakati. Apabila perhiasan tersebut dipakai sendiri atau dipakai oleh seorang lelaki, maka ia haras mengeluarkan zakatnya, karena seorang laki-laki tidak boleh memakai emas sehingga pada saat itu emas tersebut tidak dianggap sebagai perhiasan.