Imam Syafi’i berkata: Harta anak yatim wajib dizakati sebagaimana harta orang yang sudah dewasa (baligh), karena Allah SWT berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka. ” (Qs. At-Taubah (9): 103) Maka, dalam hal zakat tidak ada pengkhususan harta (semua harta sama; sama-sama wajib dizakati).
Tapi sebagian orang berpendapat bahwa apabila ada anak yatim (yang belum baligh) memiliki emas atau uang, maka harta tersebut tidak wajib dizakati. Mereka berhujjah (berargumentasi) dengan berdasarkan kepada firman Allah, “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. ” (Qs. A1 Muzamil (73): 20) Mereka mengatakan bahwa kewajiban zakat dibebankan kepada orang yang Wajib melaksanakan shalat. Bagaimana mungkin seorang anak yatim yang masih kecil diwajibkan membayar zakat, sedangkan mereka belum diwajibkan untuk melaksanakan shalat dan kewajiban-kewajiban yang lain? Padahal ketika mereka berzina atau minum khamer, mereka tidak dikenai hukuman.
Begitu juga ketika mereka melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat kufur (atau mereka berbuat kekufuran), mereka tidak dibunuh. Orang-orang ini berhujjah dengan sabda Nabi SAW yang mengatakan bahwa “pena itu (kewajiban) diangkat (gugur) dari tiga orang…” di antaranya yaitu “anak kecil sebelum ia baligh. ”
Imam Syafi’i berkata: Saya berpendapat bahwa orang yang berpendapat dengan pendapat di atas adalah telah berhujah dengan pendapat Anda, tapi justru Anda sendiri yang menjadi sasaran hujah.
Jika ia berkata, “Berdasarkan apa Anda berpendapat bahwa temak dan tanaman milik anak yatim wajib dizakati?” Saya katakan, “Jika Anda tidak membolehkannya, kenapa Anda membolehkan mengambil sebagian harta anak yatim berupa emas atau perak (dengan alasan tertentu) yang kadang jumlahnya lebih banyak dari zakat? Padahal anak-anak yatim tersebut sama sekali tidak wajib untuk mengeluarkan hartanya. Bukankah hal ini lebih zhalim? Bolehkah seseorang membeda-bedakan dalam hal ini (padahal tidak ada dalilnya)?”
Jika ia berkata, “Saya mewajibkan zakat emas dan peraknya, dan saya tidak mewajibkan zakat dari temak dan tanamannya.” Saya katakan, “Bantahan bagi Anda adalah harta anak yatim itu termasuk dalam makna ayat di atas (yang disuruh mengeluarkan zakatnya), karena anak yatim itu termasuk orang muslim yang merdeka yang hartanyajuga wajib dizakati. Jadi, alasan Anda yang menyamakan zakat dengan shalat adalah keliru, karena alasan diwajibkannya shalat tidak sama dengan alasan diwajibkannya zakat.”
Imam Syafi’i berkata: Dari Ali bin Abi Thalib RA bahwasanya ia pemah mengurus anak-anak yatim dari bayi Abi Rafiq, dan Ali membayarkan zakat dari harta mereka. Kami (Asy-Syafi ’i) meriwayatkan hadits tersebut darijalurAli binAbi Thalib, Umar bin khaththab, Aisyah, dan Abdullah bin Umar RA serta yang lainnya. Kebanyakan manusia (ulama) sebelum kami pun beipendapat dengan pendapat seperti itu. Kami pun meriwayatkan sebuah hadits munqathi (terputus sanad-nya) dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda,
“Ambillah zakat dari harta anak-anak yatim, hingga zakat tersebut tidak menghilangkan atau menghabiskan harta mereka. ”
Atau beliau bersabda,
“Ambillah zakat dari harta anak-anak yatim, janganlah menghabiskan harta tersebut dan jangan sampai zakat itu menghabiskan harta mereka. ”
Dalam hal ini Imam Syafi’i ragu-ragu terhadap kedua nash tersebut. Kami juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abdurrahman bin Qasim, dari bapaknya, yang berkata, “Dulu Aisyah RA pemah mengurus aku dan dua orang saudaraku yang yatim dalam pemeliharaannya, dan Aisyah RA mengeluarkan zakat dari harta yang kami miliki. ’’Kami juga meriwayatkan sebuah hadits dari Amr bin Dinar bahwasanya Umar bin Khaththab RA berkata, “Keluarkanlah zakat dari harta anak-anak yatim,dan zakat itu tidak akan menghabiskan harta mereka.”
Imam Syafi’i berkata: Kami berpendapat dan berpegang dengan hadits-hadits yang telahkami riwayatkan di atas, dankami juga berhujah dengan sabda Rasulullah SAW,
“Makanan pokok yang kurang dari 5 wasak (60 gantang) tidak wajib dizakati, unta yang kurang dari 5 ekor tidak wajib dizakati, dan perak yang kurang dari 5 uqiyah (12 Dirham) tidak wajib dizakati.