Zakat Emas

Imam Syafi’i berkata: Aku tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat (di kalangan ulama) bahwa emas tidak akan dikenai zakat sebelum mencapai 20 mitsqal. Apabila sudah mencapai 20 mitsqal, maka emas tersebut wajib dizakati.

Imam Syafi’i berkata: Pendapat yang benar adalah yang mengatakan bahwa emas tersebut diambil zakatnya, baik dalam keadaan bagus atau jelek, masih berupa dinar (sebagai mata uang) wadah atau batangan. Dalam hal ini sama seperti perak. Apabila emas yang berupa dinar berjumlah 20 mitsqal, kemudian berkurang 1 karat (sedikit sekali) atau lebih sedikit dari itu, maka tidak wajib dizakati.

Imam Syafi’i berkata: Emas tidak sama dan tidak sejenis dengan perak, maka orang yang mempunyai emas belum wajib mengeluarkan zakat sebelum emas tersebut mencapai jumlah 20 Dinar di awal tahun sampai akhir tahun (cukup setahun dalam kepemilikannya). Apabila sehari sebelum masa haul-nya tiba emas tersebut berkurang dari 20 Dinar maka ia tidak wajib dizakati. Kemudian apabila emas tersebut kembali mencapai 20 Dinar, maka ia wajib dizakati jika sudah mencapai haul di tahun berikutnya, dihitungmulai dan hari dimana emas tersebut telah mencapai jumlah 20 Dinar.

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang yang berdagang emas dapat menghasilkan emas yang banyak, maka emas tambahan tersebut (yang berupa keuntungan) tidak dicampur dengan emas pokok (dalam penghitungan zakatnya). Jadi, emas pokok (emas modal) mempunyai perhitungan haul sendiri, dan emas dari keuntungan mempunyai haul sendiri pula, dimulai dari hari dimana emas tersebut didapatkan. Demikian pula yang berlaku pada perak. Pada kasus seperti ini, tidak ada perbedaan antar keduanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *