Imam Syafi’i berkata: Jika seseorang berwasiat berupa seorang budak tertentu untuk orang lain, kemudian ia berwasiat dengan budak itu juga untuk orang lain lagi, maka budak tersebut milik keduanya dengan pembagian setengah-setengah. Apabila ia berkata “Budak yang saya wasiatkan untuk si fulan itu (menjadi) untuk si fulan (orang lain)”, atau “Saya wasiatkan budak yang saya wasiatkan untuk si fulan itu menjadi milik si fulan (orang lain)”, maka ini adalah pembatalan untuk wasiat yang pertama, dan wasiatnya itu untuk orang yang terakhir. Jika ia berwasiat berupa seorang budak untuk seseorang, kemudian ia berwasiat supaya budak itu dijual, maka ini adalah bukti pembatalan wasiatnya itu, karena jual-beli dan wasiat itu tidak dapat disatukan pada satu orang budak.
Imam Syafi’i berkata: Apabila yang diwasiatkan itu adalah makanan, lalu makanan itu dijual, dihibahkan atau dimakannya sendiri, atau yang diwasiatkan itu berupa gandum lalu ditumbuknya, atau tepung yang dibuat menjadi adonan atau roti, maka, hal ini adalah seperti pembatalan wasiat. Jika seseorang berwasiat berupa gandum yang ada di dalam rumah ini, kemudian ia mencampurkannya dengan gandum lain, maka hal ini juga dianggap sebagai pembatalan wasiat.