Wasiat kepada Ahli Waris

Imam Syafi’i berkata: Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak. ” (Qs. Al Baqarah (2): 180) Allah berfirman pula dalam ayat tentang warisan, “Dan untuk kedua ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga.” (Qs. An-Nisaa’ (4): 11) Allah telah menyebutkan orang-orang yang menerima wasiat pada beberapa ayat dalam kitab-Nya.

Imam Syafi’i berkata: Barangkali untuk mengumpulkan perintah Allah dengan berwasiat kepada ibu-bapak dan kerabat mempunyai dua makna: Pertama, ibu-bapak dan kerabat harus mempunyai dua hal itu bersama-sama, maka orang yang berwasiat hendaknya berwasiat untuk mereka sehingga mereka dapat mengambil dengan wasiat, lalu mereka mendapat warisan dan dapat mengambil warisan itu. Kedua, perintah untuk berwasiat diturunkan Allah untuk menghapus (nasakh) bahwa wasiat untuk mereka tetap. Kita mendapatkan dalil bahwa wasiat kepada kedua ibu-bapak dan kerabat yang menjadi ahli waris itu dimansukh (dihapus) dengan ayat-ayat warisan. Hal ini dapat dilihat dari dua sisi; salah satunya adalah hadits-hadits yang bersambung sanad-nya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, dari Mujahid bahwa Nabi bersabda “Tidak ada wasiat bagi ahli waris. ” Jika ia berwasiat untuk kedua ibu-bapak dan dibolehkan oleh ahli waris, maka itu bukan wasiat. Mereka mengambil bersama dengan ahli waris sebagai pemberian mereka kepada keduanya, karena kita telah membatalkan hukum wasiat bagi mereka dan kita membolehkan wasiat untuk kerabat dan yang bukan ahli waris. Jika wasiat itu untuk orang yang menerima warisan dari orang yang meninggal dunia, maka saya batalkan wasiat tersebut; dan jika wasiat itu untuk orang yang tidak menerima warisan, maka saya perbolehkan wasiat itu. Apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia dapat diambil sebagai warisan atau wasiat. Ketika hukum keduanya berbeda, maka tidak dapat dikumpulkan pada satu orang dua hukum yang berlainan, dalam satu hukum dan satu keadaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *