Imam Syafi’i berkata: Wasiat dengan janin yang ada dalam perut dan untuk yang ada di dalam perut adalah boleh, apabila ia sudah menjadi makhluk (diciptakan) pada saat wasiat dibuat. Kemudian, ia lahir dalam keadaan hidup. Apabila seseorang mengatakan, “Apa yang ada di dalam perut budak wanita saya, si fulan, itu untuk si fulan”, kemudian orang yang berwasiat itu meninggal dunia, dan apabila budak wanita itu melahirkan kurang dari enam bulan dari hari yang disebutkan oleh orangyang berwasiat, maka anak yang dilahirkan itu untuk orang yang diwasiatkan.
Apabila budak wanita tadi melahirkan pada enam bulan atau lebih, maka anaknya bukan untuk orang yang diwasiatkan, karena barangkali .kandungan itu bukan kandungan yang diwasiatkan. Apabila ia mengatakan “Anak dari budak wanita saya atau budak wanita saya atau budak laki-laki tertentu itu wasiat bagi janin yang ada di dalam perut wanita si fulan”, dan menyebut nama wanita itu, dan apabila wanita itu melahirkan kurang dari enam bulan dari hari yang disebutkan oleh orang yang berwasiat, maka wasiat itu boleh.
Jika wanita itu melahirkan pada usia kandungan 6 bulan dari hari yang disebutkan oleh yang berwasiat atau lebih dari enam bulan, maka wasiat itu ditolak, karena barangkali kandungan itu ada sesudah wasiat. Oleh karena itu, dia bukan orang yang diberi wasiat. Jika yang mewasiatkan meninggal dunia sebelum lahir anak yang menerima wasiat, maka wasiat itu digantung (mauquf) hingga wanita itu melahirkan. Apabila ia melahirkan kurang dari enam bulan, maka wasiat itu bagi anak tersebut.