Warisan anak perwalian

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan dua orang anak laki-laki, anak-anak perempuan dan maula-maula yang dimerdekakannya; dan maula yang dimerdekakan itu kemudian meninggal dunia, maka ia diwarisi oleh anak laki-laki yang memerdekakan dan tidak seorang pun dari anak-anak perempuannya yang mewarisinya. Jika salah seorang dari dua anak laki-laki itu meninggal dunia dan meninggalkan seorang anak, serta salah seorang maula yang dimerdekakan itu juga meninggal dunia, maka ia diwarisi oleh anak kandung laki-laki yang memerdekakan, tidak oleh anak laki-laki saudaranya yang meninggal dunia. Karena apabila yang memerdekakan itu meninggal dunia pada hari meninggalnya maula, maka warisannya itu bagi anak kandungnya yang laki-laki, ‘bukan anak lelaki dari anaknya (cucunya).

Demikianlah warisan anak dan anak dari anak (cucu), dan begitulah hingga di tingkat paling bawah mengenai maula-maula, yaitu selalu untuk yang lebih dekat nasabnya kepada maula yang dimerdekakan pada hari meninggalnya maula yang dimerdekakan itu. Siapapun dari mereka yang lebih dekat kepadanya dengan seorang bapak, maka berikanlah semua warisan kepada orang yang dimerdekakan itu.

Apabila seseorang memerdekakan seorang budak, lalu budak yang dimerdekakan itu meninggal dunia dengan meninggalkan ayah dan beberapa orang anak laki-laki, maka warisan budak yang dimerdekakan itu untuk anaknya yang yang laki-laki, bukan untuk anak perempuan dan bukan untuk kakeknya. Kakek tidak menerima warisan sedikitpun dengan adanya anak laki-laki dari orang yang memerdekakan itu.

Demikian juga tidak boleh untuk anak dari anaknya (cucu) hingga ke tingkat yang paling bawah. Jika budak yang dimerdekakan itu meninggal dunia dengan meninggalkan bapak dan saudara-saudara lelaki sebapak dan seibu atau sebapak saja, maka harta peninggalannya itu untuk bapak, tidak untuk saudara-saudara lelaki, karena mereka itu sesungguhnya bertemu dengan mayit pada bapaknya. Dalam hal ini maka bapaknya lebih utama dengan perwalian maula-maula itu, apabila mereka yang menunjukkan kekerabatannya.

Imam Syafi’i berkata: Saudara-saudara lelaki itu lebih utama dengan perwalian maula-maula dari kakek, dan anak-anak lelaki saudara-saudara lelaki itu juga lebih utama dengan perwalian maula-maula dari kakek. Adapun jika maula yang dimerdekakan meninggal dunia dengan meninggalkan kakek dan saudara lelaki ayahnya (pamannya), dan maula yang dimerdekakan meninggal dunia, maka harta itu bagi kakek, bukan untuk pamannya. Karena paman tidakmenunjukkan kekerabatannya selain kekerabatan dari kakek, maka paman tidak mendapatkan sesuatu dengan adanya orang yang menunjukkan kekerabatannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *