Waktu-waktu Tangguhan Penjualan Secara Salaf dan Transaksi Jual-Beli yang Lain

Imam Syafi’i berkata: Sesungguhnya sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang berbunyi, “Barangsiapa menjual secara salaf, maka hendaklah ia melakukan salaf itu pada takaran yang diketahui dan waktu tangguhan yang diketahui. ” Ini menunjukkan bahwa waktu itu tidak akan sampai kecuali jika ia diketahui batasnya. Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta ’ala yang berbunyi, “Apabila kalian berutang-piutang dengan utang hingga waktu yang disebutkan. ” (Qs. Al Baqarah (2): 282)

Imam Syafi’i berkata: Tidak sah melakukan jual-beli dengan memberi batas waktu; masa panen, masa baru, dan masa hari raya kaum Nasrani, sebab hal ini tidak diketahui. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan (pemakaian) waktu-waktu itu dengan bulan yang ditentukan bagi kaum muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam Al Qur’an, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan-bulan baru. Maka katakanlah, ‘Bulan itu untuk menentukan waktu bagi manusia dan untuk mengerjakan haji. (Qs. Al Baqarah (2): 189) “Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya Al Qur’an. ” (Qs. Al Baqarah(2): 185)

Imam Syafi’i berkata: Allah Subhanahuwa Ta ‘ala memberitahukan waktu-waktu itu dengan hilal-hilal. Allah tidak menjadikan tanda-tanda yang diketahui kaum muslimin melainkan dengan hilal-hilal itu. Maka, siapa saja yang memberitahukan dengan selain itu, berarti ia telah mengganti apa yang telah diberitahukan Allah.

Imam Syafi’i berkata: Jika seseorang menjual budak dengan harga 100 Dinar sampai pada waktu diberikan (tanpa menyebutkan batas waktu hari, bulan atau tahun), pada masa baru atau pada waktu panen, maka bagi keduanya tidak ada lagi waktu memperbaiki jumlah yang batal kecuali harus memperbarui penjualan.

Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa melakukan penjualan dengan cara salafpada tanaman yang baru atau pada masa panen, maka penjualan itu batal.

Imam Syafi’i berkata: Menjual hingga hari Ash-Shadr itu diperbolehkan. Ash-Shadr adalah hari berangkat dari Mina. Jika ia mengatakan sesuatu padahal ia tidak tengah berada di negeri Makkah, “Sampai waktu keluarnya orang haji” atau “Sampai waktu kembalinya orang yang pergi haji”, maka penjualan itu batal, karena waktu yang demikian itu tidak diketahui. Tidak boleh juga ada (batas) waktu tangguhan pada perbuatan yang akan dikerjakan oleh manusia. Hal itu disebabkan terkadang manusia itu segera berbuat dan terkadang menunda karena adanya sebab yang timbul kemudian. Tidak pula pada buah pohon (yang lama) atau yang baru, karena hal tersebut bukanlah bulan (yang ada 12).

Imam Syafi’i berkata: Apabila ada penjualan salaf-dengan menggunakan batas waktu hingga bulan ini, dan apabila belum siap, maka hingga bulan itu. Yang demikian itu adalah batal sampai ada waktu yang diketahui.

Imam Syafi’i berkata: Tidak boleh menggunakan batas waktu kecuali bersama dengan akad jual-beli, dan sebelum keduanya berpisah dari tempat di mana keduanya melakukan jual-beli. Jika keduanya melakukan jual-beli dan berpisah dengan tidak menetapkan batas waktu jual-beli, lalu keduanya bertemu dan memperbarui akad jual-beli mereka, maka yang seperti itu tidak diperbolehkan, kecuali keduanya memperbarui akad jual-belinya.

Imam Syafi’i berkata: Demikian juga jika seseorang mengadakan jual-beli secara salaf dengan takaran makanan yang akan diselesaikan pada bulan anu. Jika tidak terpenuhi, maka akan dipenuhi pada bulan anu. Yang demikian ini tidak diperbolehkan, karena memakai dua waktu dan bukan satu waktu yang dijadikan sebagai batas. Jika dikatakan “Saya akan menyerahkan kepada Anda antara waktu (tanggal) penyerahan Anda kepada saya hingga permulaan bulan”, maka hal ini tetap dinamakan dengan waktu yang tidak terbatas dengan satu batas tertentu -dan initidak diperbolehkan. Demikianjugajika ia berkata, “Batas waktu untuk Anda adalah awal dan akhir bulan anu”, maka hal inijuga tidak termasuk satu batas waktu. Semua penjualan seperti ini tidak diperbolehkan kecuali dengan satu batas waktu tertentu.

Imam Syafi’i berkata: Apakah Anda pernah melihat emas dan perak yang dicap seperti dinar atau dirham namun sebenamya bukan dinar atau dirham? Tidak halal melebih-lebihkan salah satu dari keduanya. Tidakjuga emas dengan dinar dan perak dengan dirham, melainkan keduanya harus sama dan seimbang. Dengan kata lain, yang telah dicap atau yang belum dicap itu sama (tidak berbeda). Yang dicap dan yang belum dicap yang menjadi harga dan yang tidak menjadi harga itu sama dan tidak berbeda, karena harga-harga itu adalah dirham dan dinar, bukan perak. Tidak boleh melebih-lebihkan yang dicap terhadap yang belum dicap. Riba pada yang dicap itu tidak sama dengan yang tidak dicap.

Imam Syafi’i berkata: Setiap ada kelebihan pada sebagian atas sebagian yang lain itu adalah riba. Maka, tidak diperbolehkan melakukan penjualan secara salam dari sesuatu dengan sesuatu yang sama hingga batas waktu tertentu. Tidak pula sesuatu darinya dengan yang lainnya, yang berasal dari sesuatu yang sama atau yang lainnya. Kambing yang ada susunya tidak boleh dijual secara salam dengan susu hingga batas waktu tertentu, hingga kambing itu diterima dalam keadaan telah diambil susunya, karena susu yang berada pada kambing dengan susu yang ditukarkan hingga batas waktu tertentu tidak diketahui kadarya. Mungkin ia lebih banyak atau telah berkurang. Dan, penjualan susu itu tidak boleh dilakukan kecuali dengan yang sama dan dibayar secara tunai.

Imam Syafi’i berkata: Menurut pendapat saya, tidak boleh berdalil dengan sesuatu yang telah saya terangkan dari Sunnah dan qiyas tentang penjualan secara salafterhadap sesuatu yang dimakan atau yang diminum dari suatu yang dapat ditakar terhadap sesuatu yang dapat ditimbang; dan sesuatu yang dimakan atau yang diminum, namun tidak dapat ditimbang terhadap sesuatu yang dapat ditakar. Tidak baik melakukan penjualan secara salafterhadap segantang gandum dengan sekati air madu. Tidak pula sekati air madu dengan secupak zabib (anggur kering). Demikianjuga seluruh yang ini dan yang itu, karena diqiyaskan kepada penjualan emas dengan perak secara salam, padahal itu tidak baik. Perak pun tidak patut dijual secara salam dengan emas. Qiyas atas emas dan perak itu adalah, tidak mensalafkan sesuatu yang dimakan dan ditimbang terhadap yang ditakar dan dimakan. Juga tidak men-salaf-kan sesuatu yang dimakan dan ditakar terhadap sesuatu yang dimakan dan ditimbang.

Imam Syafi’i berkata: Diperbolehkan melakukan penjualan secara salafterhadap secupak gandum dengan seekor unta, seekor unta dengan dua ekor unta, dan seekor kambing dengan 2 ekor kambing. Demikianjuga kambing dan anak kambing yang berumur 1 tahun itu dibeli dengan dua ekor kambing betina yang ingin disembelih atau yang tidak ingin disembelih, karena -pada dasarnya keduanya melakukan jual-beli hewan, bukan daging dengan daging dan bukan daging dengan hewan.

Imam Syafi’i berkata: Yang lebih saya sukai adalah tidak menjual sesuatu secara salaf dengan taksiran pada emas, perak, makanan, kain, dan benda yang lainnya. Sesuatu tidak dijual secara salaf hingga ia dapat disifati. Jika dinar, maka dapat disifati dari pecahannya, bagusnya, dan timbangannya. Jika dirham, maka seperti itujuga, yaitu bahwa ia adalah dirham yang sah yang hitam, atau apa yang dikenal. Jika makanan, maka dapatsaya katakan, “Tamar shaihani yang bagus takarannya itu sekian”. Demikian pula dengan gandum. Jika kain, maka dapat saya katakan, “Panjangnya sekian, lebamya sekian, halus, rapi dan bagus”. (Tegasnya) Anda menyifati setiap yang Anda jual secara salaf, sebagaimana Anda menyifati setiap yang Anda jual secara salaf.

Imam Syafi’i berkata: Jika 200 Dinar pada 200 gantang gandum dijual dengan cara salaf, 100 dari keduanya ditentukan hingga bulan anu dan 100 lagi hingga bulan yang ditentukan setelahnya, maka hal itu tidak diperbolehkan, karena tidak disebutkan masing-masing harganya hingga batas waktu tertentu. Jika keduanya melaksanakan jual-beli ini, maka 100 gantang terdekat waktu pembayarannya dari 100 gantang yang lebih jauh waktu pembayarannya lebih banyak dalam hal harga: Akad jual-beli atas 200 gantang yang tidak diketahui bagiannya masing-masing dalam hal harga adalah sah.

Imam Syafi’i berkata:Jika hal itu dilakukan, lalu diadakan penjualan secara salaf 100 Dinarpada 200 gantang gandum dari keduanya, 100 dengan 60 Dinar hingga waktu anu dan 40 pada 100 gantang yang akan selesai pada waktunya di bulan anu, maka yang demikian itu diperbolehkan. Karena walaupun hal itu satu akad jual-beli, namun terjadi atas dua penjualan yang diketahui dengan dua harga yang diketahui.

Imam Syafi’i berkata: Jika seseorang membeli dari seseorang dengan harga 100 Dinar akan 100 gantang gandum, 100 gantang tamar, 100 gantang juljan (sejenis ketumbar) dan 100 gantang bulsun (adas), maka pembelian seperti itu diperbolehkan, walaupun tidak disebutkan harga bagi setiap jenisnya. Setiap jenis barang tersebut sesuai dengan harganya, yaitu seratus. Tidak boleh melakukan penjualan secara salaf dengan memakai takaran, lalu diambil timbangan untuk menimbang barang yang ditakar itu. Tidak boleh pula pada timbangan, lalu diambil suatu takaran untuk menimbang barang yang ditakar, karena Anda mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak Anda. Terkadang hal itu kurang dari hak yang harus didapat itu dan terkadang juga bisa lebih, karena adanya perbedaan antara takaran dan timbangan ketika barang tersebut dimasukkan dalam takaran dan timbangannya. Maka, dalam hal ini makna (substansi) takaran itu berbeda bagi makna timbangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *