Imam Syafi’i berkata: Dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah melarang melakukanjual-beli buah-buahan, sebagai larangan bagi penjual dan pembeli. “Imam Syafi’i telah menceritakan kepada kami hadits yang ia peroleh dari Thawus bahwasanya ia pemah mendengarIbnu Umar berkata, ‘Buah itu tidak dapatdijual hinggaterlihat bagus (matang).’” Kami pemahmendengar IbnuAbbas berkata, “Sesungguhnya buah itu tidakboleh dijual hingga dapat dimakan.”
Imam Syafi’i berkata: Dari Atha’ bahwasanya ia berkata, “Ruthab (kurma mentah yang masih basah), sedikit ataupun banyak, tidak dapat dijual hingga layak dimakan.”
Imam Syafi’i berkata: Dari Ibnu Juraij bahwasanya ia pernah bertanya kepada Atha‘, “Apakah setiap buah kayu itujuga tidak boleh dijual hingga dapat dimakan?” Atha’ menjawab, “Ya.” Ibnu Juraij berkata, “Kemudian saya bertanya tentang buah anggur, delima, dan buahfarsak.” Atha’ menjawab, “Ya.” Lalu Ibnu Juraij berkata, “Lalu saya bertanya lagi kepadaAtha’, ‘Hai Atha’, bagaimanakah menurut pendapat Anda apabila buah tersebut bersih dan belum berubah sebelum layak dimakan? Dan, bolehkah dibeli sebelum dapat dimakan?’”Atha’ menjawab, “Tidak! Suatu barang tidak dapat dijual hingga layak untuk dimakan.”
Imam Syafi’i berkata: Setiap buah yang dapat dimakan itu boleh dijual, apabila ia sudah dapat dimakan; dan setiap yang belum dapat dimakan, jika telah tiba waktunya untuk dipetik, maka boleh dijual. Setiap yang dapat dipotong dari batangnya, seperti pohon qadhab, maka tidak boleh dijual, melainkan harus dipotong jika telah tiba waktunya. Demikian pula halnya setiap pohon yang dapat dipotong batangnya, makatidakboleh dijual kecuali dipotong (pangkalnya),sebagaimana halnya pada qadhab, sayur-mayur, pohon wangi-wangian, qashal, dan yang lainnya.
Imam Syafi’i berkata: Sedangkan mengenai penjualan kharbaz yang telah nampak bagus, maka sesungguhnya kharbaz itu dapat matang sebagaimana matangnya ruthab.
Apabila kharbaz itu telah nampak matang, maka diperbolehkan untuk menjualnya (yang telah matang). Adapun mengenai mentimun, maka sesungguhnya mentimun itu dapat dimakan ketika masih kecil. Matang dan bagusnya mentimun itu nampak “Larangan Jual-Beli Buah Sebelum Nampak Kebaikannya”, hadits no. 759 riwayat Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. ketika sebagiannya telah menjadi besar dan setelah itu dibiarkan hingga bersambung dengan yang bagian kecil,jika dikehendaki oleh pembelinya. Kemudian buah mentimun itu dapat diambilsatu-persatu,sebagaimana halnya buah ruthab.
Imam Syafi’i berkata: Sesungguhnya menjual buah tamar yang ada bijinya itu diperbolehkan dari sisi bahwa tamar yang dibeli dan dimakan itu jelas dan bijinya dapat dimakan. Tidak selayaknya seseorang mengeluarkan biji tamar. Hal itu disebabkan apabila tamar itu dipetikdan bijinya tercabut, maka dean berubah dan berbau busuk. Setelah itu, tamar tersebut akan terbuka dan berkurang warnanya hingga cepat menjadi rusak.