Umur dan Keadaan Seseorang yang Sudah Wajib Melaksanakan Haji

Imam Syafi’i berkata: Apabila seorang anak laki-laki sudah i ’tilam (keluar mani, walaupun lewat mimpi) atau seorang perempuan sudah haid (atau sudah mencapai 15 tahun walaupun belum haid), berakal sehat, mampu untuk mengarungi perjalanan haji, tidak terhalang oleh sakit, penguasa atau musuh, dan ia berada di waktu wajib haji, maka dalam hal ini ia wajib melaksanakan haji dan harus bersama kaum muslimin yang mampu untuk berangkat menunaikan ibadah haji. Jika ia belum melaksanakan ibadah haji kemudian meninggal dunia, maka kewajiban haji belum gugur darinya. Tapi apabila ia tahu bahwa dirinya pasti tidak sanggup menempuh perjalanan haji karenajauhnya jarak perjalanan, sementara umurnnya masih kecil walaupun sudah baligh, lalu ia meninggal sebelum musim haji tahun berikutnya, maka dalam hal ini ia tidak wajib melaksanakan ibadah haji (kewajiban hajinya sudah gugur). Apabila seseorang melaksanakan haji padahal ia belum wajib melaksanakan haji (misalnya karena miskin), maka ia tidak wajib mengqadha haji tersebut apabila ia sudah kaya. Apabila ada yang bertanya, “Apa perbedaan antara orang yang hilang akalnya (tidak waras) dengan orang sakit dalam hal menunaikan kewajiban?” Maka jawabannya adalah: Selurah kewajiban apapun akan terangkat (hilang) dari orang yang tidak waras selama ia belum berakal. Sedangkan bagi orang sakit yang masih sadar, maka kewajiban itu tidak hilang darinya. Seandainya orang yang tidak waras (gila) melaksanakan haji, maka hajinya tidak sah karena dilakukan oleh jasad yang tidak berakal. Hal ini diqiyaskan kepada firman Allah, “Janganlah kalian mendekati shalat ketika kalian sedang mabuk. ’’ (Qs. An-Nisaa’ (4): 43) Seandainya orang sakit melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *