Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang thawaf dengan memakai pakaian, dan di badannya atau di kedua sandalnya terdapat najis, maka thawafnya tidak sah sebagaimana juga shalat tidak sah apabila dilakukan dalam keadaan seperti itu. Orang tersebut dihukumi (dianggap) seperti orang yang belum melakukan thawaf. Apabila seseorang mimisan atau muntah, maka dia boleh berhenti sebentar untuk membasuh darah mimisan atau membersihkan muntahnya, lalu ia boleh melanjutkan kembali thawafnya. Demikian juga orang yang batal wudhunya, maka ia boleh berhenti dari thawafnya untuk mengambil air wudhu, kemudian kembali lagi untuk meneruskan thawafnya. Apabila seseorang thawaf dalam keadaan tidak boleh shalat (thawafnya tidak sah) kemudian dia sa’i, maka dalam hal ini dia harus mengulang thawaf berikut sa’inya, karena seseorang tidak boleh melakukan sa’i apabila belum sempurna melakukan thawaf di Baitullah.
Imam Syafi’i berkata: Saya lebih condong apabila seseorang memutus thawafnya dalam jangka waktu yang cukup lama. Untuk lebih hati-hatinya, ia lebih baik mengulang thawafnya (tidak meneruskan thawaf yang terputus itu). Walaupun dalam hal ini ada yang berpendapat bahwa apabila seseorang thawaf hari ini kemudian terputus dan dilanjutkan besok, maka hal ini sah, karena thawaf itu sesuatu yang tidak dibatasi oleh waktu.