Alhamdulillah, pada hari kedua bulan Ramadhan ini, Insya Allah, akan kita kaji secara umum tentang isi kandungan Al Qur’an Juz 2. Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk ke Jalan yang lurus dan menjadi penerang dalam setiap kegelapan hidup.
Di juz 2 ini, mencakup 110 ayat dari surat al Baqarah, yakni dari ayat 142-252. Secara keseluruhan memuat tentang Kemenangan Kekuasaan Allah SWT dan beberapa syariat bagi ummat nabi Muhammad SAW. Diawali dengan syariat pemindahan kiblat, yang sebelumnya selama di Mekkah, ummat Islam berkiblat ke Baitul Maqdis, namun setelah 16 bulan berada di Madinah, kiblatpun berpindah ke Ka’bah. Ini juga sebagai peringatan bahwa esensi sholat adalah mengadap Allah SWT, bukan arah Baitul Maqdis dan Ka’bahnya yang menjadi tujuan, namun lebih sebagai bagian persatuan ummat. Pembahasan ayat ini ditutup diayat 152 yang berbunyi: “Dan ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian mengingkari-(nikmat)Ku.”
Pada ayat 153-157, Allah menerangkan bahwa menegakkan kebenaran memiliki kesulitan yang komplek, untuk itu jadikanlah Sabar dan Sholat sebagai penolongnya. Cobaan-cobaan itu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Bahkan nyawa dapat menjadi taruhannya. Namun, Allah menyatakan, bahwa orang yang gugur di jalan Allah, sejatinya mereka dalam keadaan hidup. Itulah keberkahan yang sempurna dan rahmat Allah SWT, dan merekalah orang yang mendapat petunjuk. Allah memberi contoh di ayat 158 berupa syariat Sa’i dari Shafa dan Marwah, bagaimana untuk memberi kebajikan (mencari air) harus dengan penuh kerelaan hati, bahkan harus susah payah. Sesungguhnya Allah Maha Memberi pahala bagi seluruh amal hamba-Nya.
Ayat 159-162 menerangkan tentang laknat Allah SWT terhadap orang-orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah. Laknat itu berlaku pula bagi orang-orang kafir dan mati dalam keadaan kafir. Tidak cukup Allah yang melaknat, bahkan malaikat dan manusia seluruhnya pun turut serta melaknat.
Allah Maha Esa, tidak ada sesembahan selain-Nya dan Allah pun Maha Kuasa. Di ayat 163-164, dijelaskan Allah mampu menciptakan langit dan bumi, mengganti siang dan malam, menjaga kapal-kapal yang berlayar di lautan lepas, menurunkan air hujan, menumbuhkan tumbuhan, menciptakan beragam hewan, serta mengendalikan angin dan awan. Ini adalah tanda kebesaran Allah, bagi mereka yang mau berfikir. Namun, masih ada saja yang menyembah selain Allah. Di ayat 171, Allah memberi perumpamaan bagi mereka, bahwa orang-orang kafir itu seperti binatang yang tidak mengerti arti panggilan penggembalanya, mereka tuli, bisu, dan buta.
Allah sangat memperhatikan makanan yang dimakan oleh hamba-Nya. Di ayat 172-176, Allah memerintahkan untuk makan dari rizki yang baik-baik yang diberikan oleh-Nya dan selalu mensyukurinya. Allah mengharamkan bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) tidak menyebut nama Allah. Haram pula, makan-makanan yang dihasilkan dari ketidakbenaran. Allah menyindirnya dengan, “membeli kesesatan dengan petunjuk.”
Untuk itu, berlakulah bijak dengan beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta, memerdekakan budak, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, menepati janji, sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Di ayat 177 inilah gambaran orang yang benar dan bertaqwa.
Setelah berlaku bijak dan mengerjakan seluruh indikator kebajikan yang ada, di ayat 178-179 Allah mewajibkan untuk menegakkan ‘Qishaash’ (mengambil pembalasan yang sama) berkenaan dengan orang yang dibunuh, antara sesama yang merdeka, antar budak bahkan antar wanita. Namun, jika ahli warisnya memberi maaf, hendaknya membayar ‘diyat’ (ganti rugi) yang baik. Inilah jaminan kelangsungan hidup dari Allah SWT, bahwa nyawa manusia, benar-benar berharga.
Ayat 180-182 membicarakan tentang wasiat. Hendaknya bagi siapapun yang dalam keadaan ‘sakaratul maut’ dan memiliki harta berlimpah, hendaknya tidak berwasiat melebihi 1/3 dari hartanya. Inilah maksud kata “ma’ruuf” pada ayat ini, yakni mampu berlaku adil dan baik dalam berwasiat.
Ayat 183-188, Allah SWT memerintahkan kita untuk menjalankan ibadah puasa pada waktu-waktu tertentu. Namun jika dalam keadaan sakit atau perjalanan, boleh meninggalkannya dan diganti di lain hari. Yang berat menjalankannya karena faktor usia dan fisik, harus membayar fidyah, yakni memberi makan seorang miskin tiap hari yang ditinggalkannya. Jika rela untuk melebihkannya, itu adalah kebajikan yang mulia. Diperbolehkan pula bagi suami-istri untuk bercampur di malam hari, namun tidak diperkenankan saat sedang I’tikaf di masjid. Inilah ketentuan-ketentuannya, agar manusia menjadi bertaqwa.
Ayat 189-195 dijelaskan tentang pokok-pokok jihad. Pertama, perangilah orang yang memerangi, dan jangan melampaui batas. Kedua, perangi orang yang biasa berbuat fitnah (menimbulkan kekacauan). Ketiga, janganlah berperang di Mekkah, namun jika mereka menyerang, berperanglah. Begitu pula saat-saat bulam haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab). Keempat, selalu belanjakan harta benda di jalan Allah SWT.
Ayat 196-203 menjelaskan tentang syariat Haji. Sempurnakan ibadah haji dan umroh karena Allah. Jika terhalang oleh musuh atau sakit dan meninggalkan pekerjaan wajib haji, sembelihlah korban (diyat), dan jangan Tahallul (mencukur rambut), sebagai tanda berakhirnya ihram. Namun jika terpaksa dicukur, harus membayar fidyah, yakni berpuasa atau bersedekah, atau berkorban. Bagi yang berumroh sebelum haji pada bulan haji, hendaknya berkorban. Namun jika tidak sanggup, baginya puasa 3 hari selama haji dan 7 hari saat kembali ke tanah air. Tidak diperkenankan berbuat fasik dan berbantah-bantahan. Berbekallah saat berhaji, dan sebaik-baiknya bekal adalah taqwa.
Ayat 204-210, membicarakan tentang perbuatan orang munafik yang ucapannya tentang kehidupan dunia, menarik hati, namun sesungguhnya sangat menentang Allah SWT. Suka berpaling dan membuat kerusakan di muka Bumi. Untuk itu, barang siapa yang sudah beriman, hendaklah masuk Islam secara “kaffah” (keseluruhan), tidak setengah-setengah. Dan janganlah menyimpang, karena Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana.
Ayat 211-214 ditekankan lagi bahwasanya, para rasul dan orang-orang mukmin pasti diberi cobaan oleh Allah SWT di dunia ini. Karena, kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang kafir dan mereka memandang hina orang-orang beriman. Namun, sebenarnya manusia adalah satu ummat dan Allah mengutus para nabi untuk memberi kabar gembira dan peringatan, Allah juga menurunkan kitab sebagai pedoman dan petunjuk. Untuk itulah, jangan khawatir jika datang beragam cobaan sebagaimana ditimpakan kepada orang-orang terdahulu, berupa malapetaka, kesengsaraan, dan digoncangkan sekuat-kuatnya, hingga orang beriman berkata: “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” Ingat, bahwa pertolongan Allah itu, amat dekat.
Pada ayat 215 ada yang bertanya tentang orang-orang yang diberi nafkah. Allah pun menjawab, infaq (nafkah) itu diberikan kepada bapak-ibu, kerabat dekat, anak yatim, orang miskin, dan musafir. Kemudian Allah mewajibkan ummat Islam untuk berperang, jika diserang. Ada yang manusia benci, namun itu baik. Adapula yang disenangi, padahal itu buruk. Percayakan pada Allah, karena Allah-lah yang Maha Mengetahui. Pada penutup ayag 218, sesungguhnya orang-orang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah (baik nyawa maupun hartanya), mereka mengharap rahmat Allah.
Pada ayat 219-220, terdapat tiga pertanyaan: pertama, tentang judi dan khamr. Dalam keduanya memang terdapat manfaat, namun keburukan dan dosanya jauh lebih besar. Kedua, tentang apa yang dinafkahkan. Yakni yang kelebihan dari keperluan pokok. Ketiga, tentang anak yatim. Mengurus urusan mereka secara patut, itulah yang terbaik.
Ayat 221-237 membahas tentang pokok-pokok hukum perkawinan, perceraian, dan penyusuan. Diawali dengan larangan untuk menikahi wanita musyrik, begitupula menikahkan wanita beriman dengan orang-orang musyrik. Dilarang pula menggauli istri di waktu haidh sampai waktu sucinya. Dilarang pula meng-“ilaa’” (bersumpah untuk tidak menggauli istri). Dengan sumpah ini, wanita akan menderita, karena tidak digauli maupun diceraikan. Maka, suami diberi tangguh 4 bulan dan harus memilih antara kembali menggauli istrinya atau diceraikan. Sedangkan bagi wanita yang dicerai, hendaknya menunggu (iddah) selama 3 kali suci (haidh) untuk bisa menikah dengan laki-laki lain. Namun, bila dalam masa itu, laki-laki ingin mengadakan perbaikan dan kembali membangun keluarga (ruju’), tidaklah mengapa. Talak yang dapat rujuk hanya 2 kali, yang ketiganya sudah tidak dapat kembali lagi, hingga sang wanita menikah dengan laki-laki lain, kemudian bercerai.
Diakhir ayat-ayat itu, hendaknya para ibu menyusukan anaknya hingga dua tahun. Namun jika ingin menyapihnya sebelum itu, dengan kerelaan antara suami-istri, maka tidak ada dosa bagi keduanya. Seorang janda yang ditinggal mati suaminya, hendaknya beriddah selama 4 bulan 10 hari. Jangan-lah pula berkeinginan untuk menikah hingga masa iddahnya habis. Dan bagi wanita yang dicerai namun belum digauli, maka tidak ada kewajiban membayar maharnya jika belum ditentukan nilainya. Namun sang suami hendaknya memberikan pemberian yang baik. Tapi, jika maharnya sudah ditentukan nilainya, hendaknya dibayarkan seperduanya. Kecuali jika wanita tersebut memaafkan. Ketahuilah bahwa memaafkan itu lebih dekat pada ketaqwaan.
Pada ayat 238-239, ditekankan kembali akan pentingnya sholat dan menjaganya agar tetap khusyu’, meski dalam posisi takut dan tidak aman. Pada ayat 240-242-nya, Allah menekankan pula, bahwa istri yang diceraikan harus diperlakukan dengan baik, dan hendaknya diberikan pemberian yang baik. Dan suami yang akan meninggal, hendaknya berwasiat untuk dapat memenuhi kebutuhan istrinya hingga 1 tahun lamanya, dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).
Di ayat-ayat terakhir juz 2 ini, yakni ayat 243-252, dikisahkan tentang Thalut dan bala tentaranya. Thalut adalah raja sepeninggalan nabi Musa as untuk Bani Israil. Saat itu, beberapa pemuka berkumpul dan menginginkan seorang pimpinan yang dapat mengalahkan Raja Jalut yang telah mengusir dari kampung halamannya. Saat ditanyakan kepada seorang nabi pada zaman itu, Thalutlah yang ditunjuk Allah. Namun, para pemuka Bani Israil protes, karena Thalut tidak memiliki banyak harta. Allah pun menjawab, bahwa Thalut diberi anugerah ilmu yang luas dan badan yang perkasa. Merekapun meminta tanda, dan Allah memberikannya dengan kembalinya Tabut (tempat menyimpan kitab Taurat yang menenangkan mereka) dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan Harun. Akhirnya Thalutpun berhasil membawa keluar bala tentaranya, dan menyampaikan ujian Allah, bahwa nanti di perjalanan akan bertemu dengan sungai yang jernih airnya. Siapa saja yang meminum lebih dari seciduk tangan, berarti bukanlah pengikut Thalut. Maka sampailah dan minumlah mereka melebihi ujian, kecuali sedikit saja. Konon dari 80 ribu pasukan, hanya 4 ribu saja yang lulus ujian, diantaranya Daud. Akhirnya, saat bertemu dengan Raja Jalut yang berukuran raksasa, tentara Thalut pun berhasil mengalahkannya. Dan Daud berhasil membunuh Raja Jalut. Sepeninggalan raja Thalut, akhirnya Daud-lah yang meneruskan kerajaan itu dan memerintah Bani Israil.
Semoga Allah senantiasa memudahkan kita dalam mempelajari dan mengamalkan isi Al Qur’an. Amin.
Ditulis oleh: Ahmad Ghozali Fadli
Pelayan Pesantren Alam Bumi Al-Qur’an, Wonosalam, Jombang