Imam Syafi’i berkata: Diperbolehkan menjual semua makanan dengan cara taksiran, baik yang ditakar, ditimbang, dihitung, yang terdapat dalam karung ataupun tidak, kecualijika makanan tersebut terdapat dalam karung dan tidak dapat dilihat.
Imam Syafi’i berkata: Diperbolehkan bagi seseorang untuk berkata, “Saya membeli dari Anda semua jumlah barang ini. Setiap irdab (timbangan/ sama dengan dua puluh gantang Mesir) dengan satu Dinar.” Jika ia mengatakan, “Saya membeli dari Anda sejumlah barang ini. Setiap irdab saya bayar dengan 1 Dinar, dengan syarat bahwa Anda menambah 3 irdab kepada saya. Atau, saya harus mengurangi darinya 1 irdab”, maka tidak ada kebajikan pada penjualan seperti ini. Hal ini dilihat dari sisi bahwa saya tidak mengetahui berapa kadar jumlahnya. Lalu saya ketahui irdab yang kurang, berapa kadar jumlahnya, serta beberapa irdab yang ditambahkan?
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa mempunyai (utang) makanan yang akan dibayartunai kepada seseorang yang bukan berasal dari penjualan, maka diperbolehkan baginya mengambil sesuatu yang bukan dari jenisnya, misalnya; emas, perak, jika keduanya telah saling menerima sebelum berpisah. Selain itu,saya tidak memperbolehkan penjualan suatu makanan pada khususnya sebelum masa tangguh selesai. Adapun yang bukan dari jenis makanan,maka hal itu diperbolehkan.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa mempunyai utang makanan kepada seseorang,maka diperbolehkan baginya untuk mengambil makanan dari jenisnya yang lebih bagus atau lebih buruk ataupun yang sama seperti barang itu,jika keduanya merasa senang dengan hal itu dan tidak ada suatu syarat pun pada pokok utang. Begitu pula diperbolehkan untuk mengambil makanan itu dengan makanan lain yang bukan jenisnya, baik dua makanan dengan satu makanan atau lebih, jika keduanya saling menerima sebelum berpisah.
Jika ini adalah dari penjualan, maka tidak diperbolehkan baginya untuk mengambil dari yang bukan jenisnya, karena hal itu merupakan penjualan makanan sebelum diterima. Diperbolehkan untuk mengambil dari jenisnya makanan yang -mempunyai kadar-lebih baik atau lebih buruk sebelum sampai batas waktu yang ditentukan atau sesudahnya,jika ia merasa senang dengan hal itu.
Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang pergi mendatangi orang lain yang memiliki tanaman yang tumbuh subur seraya berkata, “Perintahkanlah kepada saya untuk mengetam dan membersihkan tanaman itu! Kemudian saya akan menakarnya sebagai penjualan dengan cara salaf untuk saya”, maka sebenamya tidak ada kebajikan dalam penjualan tersebut. Selain itu, orang tersebut akan memperoleh ongkos yang layak dari hasil mengetam dan membersihkan tanaman itu. Kemudian orang yang memiliki makanan itu dapat mengambil makanan itu dari tangan orang tersebut. Jika mengetam dan membersihkan makanan adalah suatu hal yang {dianggap amalan) sunah dari orang itu, lalu ia membelinya dengan pembayaran memakai cara salaf, maka hal itu diperbolehkan.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa menjual makanan kepada orang lain dengan cara salaf, lalu ia mensyaratkan kepadanya sesuatu yang lebih aiau kurang baik darinya, maka dalam hal ini tidak ada kebajikan padanya. Selain itu, ia akan memperoleh yang sama seperti apa yang dijualnya dengan cara salaf, jika ia mengkonsumsi makanan itu. Jika iamemperoleh makanan tersebut (dengan usahanya) sendiri, maka ia dapat mengambilnya. Jika tidakmemperoleh makanan dengan cara seperti itu, maka ia memperoleh nilainya. Jika ia meminjamkannya kepada orang lain dengan tidakmenyebutkan sesuatu darinya, lalu ia memberikan kepadanya sesuatu yang lebih baik atau yang lebih buruk darinya secara suka rela, kemudian orang tersebut secara suka rela menerimanya, maka haltersebut diperbolehkan. Jika salah seorang dari keduanya tidak menerima secara suka rela, maka ia akan memperoleh seperti apa yang dijualnya dengan cara salaf.
Imam Syafi’i berkata: Jika di suatu negeri seseorang menjual sesuatu dengan cara salaf lalu ia bertemu kembali dengan pembelinya di negeri iain, kemudian ia menyerahkan makanan tersebut kepadanya; atau jika makanan itu telah rusak, kemudian ia meminta makanan itu diberikan kepadanya di negeri tempat ia bertemu dengan orang tersebut, maka yang demikian itu tidak berlaku pada dirinya. Ada seseorang yang bertanya, “Jika Anda menghendaki, maka terimalah makanan apa pun darinya, seperti makanan Anda di negeri dimana makanan itu rusak atauAnda telah membayar kepadanya dengan cara salaf Jika Anda kehenddki, maka kami akan mengambil makanan tersebut untuk Anda sekarang dengan nilai makanan itu di negeri tersebut.
Imam Syafi’i berkata: Salafitu semuanya tunai, baik orang yang menjual dengan cara salafitu menyebutkan ataupun tidak menyebutkan v. aktu tunainya. Jika ia menyebutkan waktu tunainya, kemudian ia menyerahkan kepada pembeli sebelum datang waktunya, maka pembeli dipaksa untuk mengambilnya. Hal itu dikarenakan ia tidak mempunyai waktu tangguhan sama sekali selain bermaksud untuk melepaskan diri darinya. Jika hal tersebut ada pada penjualan, maka pembeli tidak dapat dipaksakan untuk mengambilnya hingga sampai waktu tangguhan. Hal ini ada pada setiap yang berubah-ubah dan ditahan ditangan yang punya, karena ia akan memberikannya kepada pembeli sesuai dengan sifatsebelum datang masa tangguhan.
Kemudian makanan itu berubah dari sifatnya pada waktu tangguhan, dan akhirnya (wujud makanan) bukan seperti itu lagi. Jika makanan itu berubah di tangan pemilik makanan tersebut, maka kita dapat memaksanya untuk memberi makanan yang lain kepada pembeli. Terkadang makanan itu memerlukan perawatan khusus dalam menyimpannya, atau kebutuhan untuk menggunakannya muncul ketika sampai pada batas tangguhan. Oleh karena itu, setiap sesuatu yang ketika disimpan memerlukan perawatan atau berubah di tangan pemiliknya, maka pembeli tidak dapat dipaksakan untuk mengambilnya sebelum sampai waktu tangguhannya. Segala sesuatu yang tidak berubah dan tidak ada perawatan khusus dalam menyimpannya; seperti dirham, dinar, dan setiap yang serupa dengan keduanya, maka boleh dipaksa untuk diambil sebelum’sampai waktunya.
Imam Syafi’i berkata: Yang dimaksud dengan iqalah adalah pembatalan penjualan. Iqalah boleh dilakukan sebelum penerimaan, karena hal itu dianggap sebagai pembatalan akad penjualan antara penjual dan pembeli, sehingga keduanya kembali pada keadaan semula seperti sebelum melakukan transaksijual-beli.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa membeli 100 irdab makanan dari orang lain dengan cara salafseharga 100 Dinar dengan ditangguhkan pada suatu waktu, kemudian (ketika) waktunya telah tiba, orang yang menyediakan makanan itu diminta untuk menyerahkan 50 irdab kepada pembeli tersebut, maka pembelian seperti itu diperbolehkan.
Apabila membatalkan penjualan 100 irdab diperbolehkan baginya, maka penjualan 50 irdab itu lebih diperbolehkan (lagi untuk dibatalkan).
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa melakukan iqalah pada makanan dengan orang lain, lalu penjualan itu dibatalkan, dan beberapa dinar yang ada pada dirinya dapat terjamin, maka tidak diperbolehkan baginya untuk menjadikan dinar-dinar tersebut secara salafpada suatu makanan sebelum diterimanya. Barangsiapa membeli duajenistamarseharga 100 Dinarsecara salaf lalu ia menyebutkan modal masing-masing, setelah itu salah satu dari keduanya ingin membatalkannya, maka hal itu diperbolehkan, karena penjualan itu adalah dua penjualan yang terpisah. Jika modal masing-masing dari kedua orang itu tidak disebutkan, maka menurut pendapat saya itu merupakan jual-beli yang makruh hukumnya
Imam Syafi’i berkata: Tidak diperbolehkan bagi saya menjual buah tamar tertentu kepada Anda, sedangkan buah tamar tersebut tidak disebutkan sifatnya dan dengan syarat bahwa Anda akan membeli tamar seharga sekian dari saya. Ini adalah dua penjualan dalam satu penjualan, karena saya tidak memilikinya dengan harga yang telah diketahui, kecuali jika saya telah mensyaratkan kepada Anda harga tersebut dari suatu harga bagi tamar lain, kemudian terjadilah akad jual-beli atas harga yang telah diketahui dan disepakati. Demikian pula dengan yang terjadi pada penjualan kedua. Penjualan-penjualan itu tidak akan terjadi kecuali dengan suatu harga yang telah dimaklumi.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa membeli suatu makanan, lalu ia menakar sebagian dan membayar harganya, setelah itu ia meminta agar dibatalkan sebagian, makajual-beli seperti itu diperbolehkan.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa menjual makanan kepada seseorang secara salaf kemudian orang itu mengambil manfaat dari makanan tersebut, lalu penjual berkata kepada pembeli, “Saya adalah mitra Anda dalamjual-beli ini”, maka hal itu tidak diperbolehkan.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa menjual suatu makanan yang ada di depan mata dengan harga yang ditangguhkan, kemudian waktu tangguhan itu telah sampai, maka diperbolehkan baginya untuk mengambil makanan dari harga tersebut.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa membeli suatu makanan dengan harga setengah Dirham, dengan syarat makanan itu diberikan kepadanya secara tunai atau dengan tempo seharga setengah dirham; atau ia memberikan kepadanya setengah kain, setengah Dirham atau setengah dari harta itu, maka penjualan itu tidak diperbolehkan.
Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang membeli makanan dari orang lain dengan pembayaran tunai seharga I Dinar, lalu pembeli menerima makanan tersebut sedangkan penjual belum menerima dinarnya, kemudian penjual membeli makanan itu dari pembeli dengan harga satu Dinar, lalu makanan itu pun diterima tetapi dinarnya belum diterima, maka dinar itu boleh dijadikan sebagai balasan dari dinar sebelumnya. Penjualan seperti itu bukanlah seperti menjual dinar dengan dinar. Namun hal itu adalah pembayaran utang dengan utang. Akan tetapi masingmasing dari keduanya melepaskan temannya dari dinar yang harus dibayar atas dirinya tanpa ada suatu syarat. Jika disertai dengan syarat, maka jual beli itu tidak diperbolehkan.